Seperti yang saya janjikan, tulisan ini akan ditutup dengan tulisan pamungkas dari seorang Guru/mursyid thariqah. Sengaja saya tutup dari seorang pengamal, karena ada pernah pesan "khusus dari guru saya" bahwa ada banyak pertanyaan yang dengan mudah dijawab oleh seorang pengamal, susah bagi yang bukan pengamal. Contoh kecil saja: kalau pertanyaan gimana:sih rasa madu itu? Itu tidak akan dapat dijawab oleh mereka yang tidak pernah mencicipinya. Yang pernah mencicipinya paling akan menjawab, aku sudah mencicipinya, jangan tanya lagi. ---------------------
Seseorang itu tidak pernah sekali-kali TELAH atau AKAN jatuh ke dalam syirik sebagaimana kata Profesor, bahwa dengan memandang ada Akunya Tuhan di dalam diri maka telah jatuh kedalam kesyirikan.
Sesungguhnya manusia & jin itu "tidak satupun tidak" berada di dalam neraka, kecuali semuanya telah berada di dalam neraka, kemudian sekarang ini manusia itu masing-masing berusaha mencapai surga-Nya. Demikian juga bahwa tidak satupun tidak kecuali manusia
itu semuanya telah berada di dalam kesyirikan, yang kemudian masing-masing sedang berusaha melalui kesengajaan ilmu ataupun ketidaksengajaannya hingga dapat mencapai ke-qiyamuhu ta'ala bi nafsi-annya.
Sebagaimana Allàh berfirman, bahwa neraka jahanam itu dipenuhi oleh jin dan manusia sekalian, menunjukkan tiada kecuali.
QS. As-Syajadah : 13
وَلَوْ شِئْنَا لَاٰتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدٰىهَا وَلٰكِنْ حَقَّ الْقَوْلُ مِنِّيْ لَاَمْلَـَٔنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ
Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami berikan kepada setiap jiwa petunjuk (bagi)nya, tetapi telah ditetapkan* perkataan (ketetapan) dari-Ku, “Pasti akan Aku penuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia sekalian".
Jika seseorang menyangka bahwa ia telah berilmu dengan segala teorinya untuk mencapai pengenalan akan DIA, akan tetapi semua persangkaan ilmu, atau pembahasan ilmu, ataupun penjabaran ilmu yang jika menjauhkannya dari keilmuan tentang menemukan Tuhan secara nyata melalui tiganya ilmu di bawah ini, maka ia akan selalu berada HANYA di dalam kata2 semata, bukan di dalam pembuktian untuk kemaujudan-Nya.
"Adanya Akunya Tuhan dalam diri?"
DIRI bagi manusia, telah banyak ahli yang salah memahaminya, "DIRI" dalam banyak pembahasan ilmu tasawuf, HANYA merupakan "sebuah kata" yang disebut-sebut saja, dan bukan sebuah kata yang seharusnya "menjadi tujuan".
QS. Al-Hasyr : 19
وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ اَنْفُسَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ
Dan janganlah kamu seperti orang-
orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah *menjadikan mereka lupa akan "DIRI" mereka. Mereka itulah orang-orang fasik.
Coba bayangkan saja, begitu besar & pentingnya sesuatu yang disebut "DIRI", sehingga Allàh mengancam jika mereka melupakan Allàh, maka Allàh akan membuat mereka lupa kepada "DIRI" mereka.
Apakah Allàh tidak memiliki posisi tawar yang lebih berharga dari "DIRI" manusia itu, jika selama ini para ahli ilmu TELAH mandang DIRI hanya sebuah kata yang biasa saja tanpa makna yang berdiri sendiri dari kata "DIRI" itu ?!
Di dalam kajian keilmuan tiga : 1). Ilmu takbiratul ihram, yaitu keilmuan untuk memahami & memaujudkan yang disebut "Allàhu Akbar" yang didalamnya mengandung empat perkara besar : Ihram, Mi'raj, Munajat, dan Tubadil.
2). Ilmu Nisài, yaitu ilmu bagaimana memahami tentang PERWAKILAN dalam penciptaan manusia.
3). Ilmu Sakratul Maut, yakni apapun derajat ilmu yang dimiliki, tapi jika tidak dapat mengetahui tentang apakah yang disebut "Ajal", apq yang disebut "Sakrat" dan apa yang disebut "Maut".
"DIRI" adalah anak tangga terakhir dari manusia syirik menuju manusia paripurna (insanil kamil), atau dari batu koral menjelma menjadi intan berlian, dari sepotong kayu basah menjelma api yang menyala panas & membakar, dan semuanya itu tidak akan ditemukan maujud jika tanpa memahami dan mempratekkan ilmu tiga yang dimaksud.
DIRI & TUHAN, adalah bukan dua, tetapi dapat diumpamakan bahwa : DIRI posisinya di ADONAN, sedangkan TUHAN adalah adonan yang telah matang menjadi KUE.
Atau mudahnya, DIRI adalah LEMBAGA BIJI yang berada pada biji, di dalam LEMBAGA BIJI (bakal tumbuh), sesuatu (syai) yang kecil diujung biji itu telah mengandungi seluruh potensi batang, cabang, daun, akar, bunga, buah dan seterusnya, walau sebelumnya hanya merupakan sesuatu yg kecil diujung biji dari buah. Potensi yang siap berkembang pada DIRI, itulah yang disebut SIRR (TUHAN), dan proses pertumbuhannya telah diringkas dalam kalimat Là ilaha illa-llàh.
Jika akhiy Solah telah memahami vocabulary nya keilmuan tiga tersebut di atas, maka insyaAllàh qaibnya Allàh berubah maujud, wafatnya Muhammad di Madinah berubah ia hidup abadan-abada, matinya orang tua kita yang selama ini dianggap telah lenyap dimakan tanah, justru menemukannya di sini secara maujud tanpa tedeng aling-aling.
Jika vocabulary dimaksud telah difahami, maka semua kata bisa didudukkan pada tempatnya yang sebenarnya, sehingga terbukalah segala sesuatu yang dianggap tertutup/qaib selama ini..
.... Apakah diri manusia mampu menampung eksistensi Tuhan dalam dirinya?
Apakah Lembaga Biji (bakal tumbuh) yang kecil di ujung biji mangga itu mampu menampung batang mangga, sekaligus cabang2nya, akarnya, bahkan buah mangga yang jumlahnya sangat banyak. Jika memikirkan DIA sekaligus DIRI kita dengan tanpa merubah perbendaharaan kata2 kita lebih dahulu, maka sekali-kali yang didapati HANYA kabar dusta (hoax) tentang rahasia Allàh semata-mata, walaupun ia menggunakan dukungan ayat2 alqur'an & hadits nabi.
Contoh dari perkataan Syaikh
Junaid Al Bagdadi : Maa fi jubbatiy illa-llàh : tiada lain di dalam jubahku kecuali Allàh.
Berhati-hatilah dengan pengertian kata jubbatiy.
QS. Yusuf : 10
لَا تَقْتُلُوا يُوسُفَ وَأَلْقُوهُ فِي غَيَابَتِ الْجُبِّ
Janganlah membunuh Yusuf, tapi masukan saja dia ke dalam SUMUR (JUBBI).
Jubbi --Jubbatiy --Sumur = LUBANG pada BUMI .
SUMUR/LUBANG pada
perbendaharaan kata di dalam keilmuan tiga itu maksudnya apa.., jika memahaminya, maka tidak ada lagi kesulitan apapun dalam memahami ketuhanannya Allàh ta'ala yang terbit dari DIRI itu sendiri.
Tentang ... "roh Allah ditiupkan ke janin dalam rahim ibu, bukan berarti Allàh masuk ke janin, tetapi adalah roh milik Allàh yang masuk ke janin"
Sifat dari kalimat seperti di atas ini merupakan kalimat2nya orang yang HANYA BERTEORI semata-mata, HANYA meng-indah-kan kata2 semata tanpa bisa menemukan apa2 yang diperkatakan tersebut.
Yang disebut "ditiupnya roh Allàh kedalam janin" bukanlah seperti seseorang meniup balon, tetapi bagaikan seperti BANTAL VACUM yang dibuka simpul cover plastiknya lalu serta merta bantal itu berkembang, sebagaimana pula prosesi tumbuhnya sebuah pohon dari lembaga biji yang kecil hingga berbuah bahkan sampai pohon itu tumbang, dimana seluruh potensi cabang, akar, batang dan sebagainya pada lembaga biji berproses mengembangkan DIRI secara maksimal mengikuti keadaan lingkungannya.
BIJI yang di dalamnya ada Lembaga Biji setelah terpisah dari buahnya,
maka ia BIJI itu memiliki dua kesempatan, kesempatan untuk terus berkembang, atau membusuk, dan secara kodrat dari biji itu, ia harus memiliki tanggung jawab untuk tumbuh dan berkembang, dan tanggung jawab itu lebih terkait kepada sebuah prakasa, sebagaimana kata nabi dalam bahasa bebasnya penulis, bahwa : sekalipun huru-hara kiamat sedang terjadi, jika ada sebiji kurma di tanganmu, maka tanamkanlah lebih dahulu, siapa tau biji itu bisa sempat tumbuh dan memberikan manfaat sehingga menjadi tambahan kebaikan (pahala) buatmu.
BIJI SAWI kalengan produksi
bangkok, bisa sekian tahun di berada rak2 super market tanpa dibeli petani untuk di tanamnya. Jika BIJI SAWI itu memiliki lembaga biji yang baik (tidak rusak), artinya masih berkesempatan tumbuh jika ditanam, maka itu artinya ia berada pada situasi alam barzakh (alam penantian), ia menunggu "baju" mana yang akan dipasangkan kepadanya, apakah baju manusia atau baju makhluk selain manusia (kera, babi, batu, pohon) bahkan makhluk2 yang rendahan lainnya.
Penantian ini yang disebut dengan istilah "reinkarnasi", dan jika ia tidak terkembang menjadi manusia, itu
artinya bahwa "lembaga bijinya" tidak mendapatkan derajat husnul khatimah. Sebaliknya jika manusia yang wafat, maka ia harus dikuburkan sebelum DIRI nya rusak/mati/busuk, karena jika DIRI nya itu rusak/mati/busuk, artinya nafs (lembaga biji) manusia tersebut tidak mencapai derajat husnul khatimah (tidak dapat tumbuh kembali menjadi manusia lagi) melainkan menjadi selain manusia.., nauzu billàh.
Perhatikan QS. Almaidah : 60, ..... mereka dijadikan KERA & BABI dan penyembah berhala (hirarki pada binatang buas), dan teramat jahat tempatnya..
Perhatikan QS. Al An 'àm : 38, Tiadalah (hewan) yang melata di bumi dan tiada pula burung yang terbang dengan dua sayapnya, melainkan semuanya itu beberapa umat seperti kamu juga. Kami tiada meninggalkan dalam kitab suatu juapun, kemudian mereka dihimpunkan kepada Tuhan mereka.
Yang dimaksudkan dihimpun kepada Tuhan mereka, artinya hewan2 itu berproses dalam ribuan tahun kehidupan mereka (merwka berproses bertransformasi naik turun dalam jenis2 kejadian) jika tanpa campur tangan keilmuan, hingga kemudian mereka terlahir
menjadi anak manusia. Karena anak manusia itu sajalah yang merupakan satu2nya kesempatan bisa kembali kepada Rabb nya (pemeliharanya) yaitu rahimnya seorang ibu manusia.
QS. Al An'am : 99 Inilah proses reinkarnasi.
Re = mengulang In = masuk ke dalam Kar = bentuk/pola/peta (bhs Belanda) Nasi = manusia.
Re-in-kar-nasi Kembali masuk kedalam bentuk manusia.
Inilah sebagaimana yang telah dijelaskan oleh QS. Al An'am : 122.
"Adakah orang yang mati, kemudian Kami hidupkan dan Kami adakan nur (cahaya) baginya, sehingga ia berjalan diantara manusia, serupa dengan orang yang tinggal dalam gelap gulita, tiada dapat keluar dari padanya. Demikianlah dihiaskan bagi orang2 kafir itu apa2 yang mereka perbuat."
Pada pemahaman keilmuan tiga, CAHAYA pada ayat diatas adalah MANUSIA, sedang GELAP GULITA nya itu adalah SELAIN MANUSIA (alam barzakh), mereka menanti
kapan bisa di-KEMBALI-kan jadi MANUSIA lagi. Karena setiap lembaga biji selain manusia itu, secara bawah sadarnya menginginkan kembali menjadi manusia lagi, karena hanya manusia sajalah yang memiliki kesempatan posisi tawar yang maksimal di seluruh alam semesta.
Perhatikan QS. Al A'raf : 57, Dia yang mengirim angin sebagai kabar gembira dihadapan rahmat-Nya, sehingga apabila angin itu telah mengandung awan yang berat (mengandung air), Kami halaukan dia ke negeri yang mati, lalu Kami turunkan air hujan dan Kami keluarkan dengan dia ber-macam2
buah-buahan. Demikianlah Kami keluarkan orang2 mati, mudah2an kamu mendapat peringatan.
Inilah ayat yang menjelaskan suatu proses dari manusia yang tidak mencapai derajat husnul khatimah, dan akhirnya menjadi selain manusia. Nauzu billàh min dzalik
Perhatikan QS. Al A'raf : 165 - 166,
165. "Tatkala mereka lupakan apa2 yang diperingatkan kepada mereka..... dst"
166. "Setelah mereka sombong (melanggar) apa yang terlarang, Kami berfirman kepada mereka :
Jadi KERA lah kamu dan terusir
Kata TERUSIR itu adalah menunjukkan mereka tiada akan dapat menjadi manusia lagi abadan abada (selama-lamanya)