Ibarat Seseorang memegang cermin yang menghadap ke matahari. Sesuai dengan takdir kapasitasnya, maka cermin tersebut menampung cahaya dan sinar yang mengandung tujuh warna  mentari. Sehingga, orang tersebut bisa bersenyawa  dan "hulul" dengan mentari sesuai dengan kapasitas cermin tadi. Dari situ ia bisa mengambil manfaat darinya ketika cermin itu diarahkan ke kamarnya yang gelap dan ruangan kecilnya yang tertutup. Dan hanya saja, cahaya yang ia peroleh dari panteisnya sangat terbatas pada kadar dan ruang kemampuan cermin dalam memantulkan sinar mentari tersebut yang tidak seperti kadar nilai mentari itu sendiri. 

Pada sisi lain bagi, orang lain yang meninggalkan cermin dengan langsung menghadap mentari. Ia pasti akan menyaksikan kebesaran mentari tersebut disertai dengan memahami keagunganNya. Kemudian ia naik ke atas gunung yang sangat tinggi serta melihat kilau kerajaannya yang luas dan megah. Ia menghadap kepadanya secara langsung tanpa hijab dan kondisi yang dialaminya mengalami fana di dalam keindahan cahaya tersebut
 
Setelah itu, orang yg peroleh cahaya tersebut llalu kembali dan membuka sejumlah jendela yang luas pada rumahnya yang kecil atau pada ruangannya yang tertutup di mana jendela itu menghadap mentari yang berada di langit yang tinggi. Dari sana, terjalinlah sebuah kontak dengan cahaya mentari yang bersifat permanen dan hakiki.   

Sedangkan pada orang lain yang meninggalkan cermin dengan langsung menghadap mentari. Ia menyaksikan kebesaran mentari tersebut serta memahami keagungannya. Kemudian ia naik ke atas gunung yang sangat tinggi serta melihat kilau kerajaannya yang luas dan megah. Ia menghadap kepadanya secara langsung tanpa hijab. Setelah itu, ia kembali dan membuka sejumlah jendela yang luas pada rumahnya yang kecil atau pada ruangannya yang tertutup di mana jendela itu menghadap mentari yang berada di langit yang tinggi. Dari sana, terjalinlah sebuah kontak dengan cahaya mentari yang bersifat permanen dan hakiki.   

Demikianlah, orang ini bisa melakukan tatap muka dan kontak yang menyenangkan yang dihiasi dengan rasa syukur. Ia berkata kepada mentari: 

“Wahai mentari yang bersemayam di atas arasy keindahan alam! Wahai penghias dan kembang langit! Wahai yang melimpahkan cahaya dan sinar ke muka bumi serta membuat bunga tersenyum dan riang! Engkau telah melimpahkan kehangatan  dan cahaya ke dalam rumah dan kediamanku yang kecil sebagaimana engkau telah memberikan cahaya dan kehangatan ke seluruh bumi.”


Said Nursi, Risalah Mi'raj, hlm. 11-12