Inilah kisah brilian yang tak mungkin tersave pada lubuk nurani tak disinari makrifat.
Mustahil terekam pada kalbu yang masih dilanda gundah gulana, bahkan absurd bagi pemilik akal yang terpenjara labirin dunia.

Kisah cemerlang yang ingin kutorehkan melalui sebongkah tuturan partikel terkecil ini, seru nan ajaib! 

Aku akan mencoba mengungkap lembaran covernya saja, aneka pesona kepribadian ‘paripurna’ yang tiada pernah habis digali & dieksplorasi. 

Aku pun terus bereksperimen memfillup eksplanasi keluhuran budinya, sampai pintu gerbang dua titik pertemuan―“lautan hakikat” dan “lautan syari'at”―yang menyatu dalam diri manusia agung itu. 

Manusia super mulia yang mau dititahkan itu bernama Muhammad SAW, Ahmad, Mahmud. Shalawat dan salam baginya, untuk keluarga dan sahabat-sahabatnya yang lebih dahulu merasakan nur rahmatnya.

Kendati aku tidak berani berharap mampu mengungkap seabrek rasa kekaguman yang menggebu-gebu, walaupun berusaha menghendakinya. Sebab Beliau berada pada maqam sangat tinggi. Di ketinggian yang paling tinggi. Di puncak dari segala puncak. Beliau berada di posisi paling cerah di atas yang cerah. Dan Beliau adalah langkah-langkah di jalan menuju titik pertemuan dua lautan.

Namun, kedua lautan itu rupanya teramat dalam. Dalam sekali, sulit untuk dijelaskan!
Barang-siapa mencoba berenang di dalamnya, berarti dia sengaja menyongsong bahaya & ancaman. 

Lautan syari'at tampaknya mudah, tapi begitu diarungi ternyata makin jauh dan semakin menjauh hingga akhirnya menyebar tak terkejar.

Lautan hakikat. Tampaknya seperti cahaya gemerlapan. Bila diterjuni ternyata dalamnya tak terperi penuh misteri, berlapis ombak & badai dahsyat.

Lelehan cahaya berpendaran dalam jiwa raganya. Walau demikian, aku tetap mengukir sambil memungut bekas-bekasnya yang indah lagi abadi. 

Menemukan bongkahan keagungan dari pribadinya merupakan sebuah keberuntungan dunia-akhirat, meskipun secuil saja. Itulah obor penerang bagiku meliuk-liuk indah dalam senyap, menyinari bumi disaat bumi gelap gulita.

Sekali lagi, jika mengulas nama Muhammad SAW, itu bagai “Peti Kekayaan” berisi  berbagai macam perhiasan termahal di dunia, yang bisa dimanfaatkan mempercantik akhlak bagi yang membukanya.

Jika peti itu dilihat isinya, disimak intisari bundelannya―yang nampak hanyalah pendar-pendar nur rahmat―kendati tidak kuasa untuk melihat semua pelangi-pelangi keluhurannya. 

Sungguh elok Engkau wahai Rasulullah.
Engkaulah mentari yang menyinari suramnya kalbu manusia
Engkaulah purnama pencahaya gelapnya jiwa manusia
Engkaulah cahaya di atas cahaya 

Enigma Isra' Mi'raj

Bulan Rajab sebentar lagi menghilang dari lurik-lurik senja. Namun gema sholawat indah tiada henti mengalun riuh, mengawang dilangit getarkan jiwa memeluk sukma. Mengingatkan bila saat itu, bertepatan bulan Rajab―tiba-tiba bibir zaman tersenyum memberi isyarat aroma keimanan, peluang hadirnya enigma Isra' Mi'raj.

Kausal nexus Isra' Mi'raj disebut-sebut sebagai pelipur lara, penghibur hati di kala dukanya melanda. Ketika pujaan hati & pelindung raganya lebih dulu menghadap ar-Rafiq al-A'la'. Itulah puncak 'Aamul Huzni (tahun kesedihan)nya. MALADDE’ MANENNENG NA MASARA KININNAWA.

Namun, algoritma sunnatullah pasti hadir, sesungguhnya sesudah kesulitan itu selalu ada kemudahan, setelah cucuran air mata akan terbit senyuman bahagia. Dengan izin Allah, awan kesedihan langsung sirna, resah & gelisah yang tadinya membelenggu relung jiwa serta merta menghilang tanpa bekas, pikiran membuncah carut marut tak terkendali, akhirnya terobati jua. 

Kasih sayang Allah pasti datang, ia akan tiba laksana kerdipan mata bila sudah saatnya. Meski terasa nun jauh di atas sana.

Ketika itulah Muhammad SAW diajak oleh hulubalang malaikat bernama Jibril untuk menapaktilasi kirana ‘lil-‘alamiin’.

Agenda suci sudah tersusun rapi, senarai yang bertemakan Isra’ Mi’raj itu hanya berdurasi ‘lailan’ sebagian malam, CAMPE’ KALALO: ketat, terstruktur namun disiplin waktu. 

Beliau bukan berjalan, tapi ‘diperjalankan’ menjelajahi alam semesta raya oleh kuasanya Sang Kuasa, mengukir tapak-tapak penuh hikmah. Ketika utusan Tuhan datang membawa kendaraan yang lebih canggih dari pesawat buatan AS ‘F-35 Lightning II, itulah tunggangan maha kilat bermerek toyota ‘Buraq’. 
Kecepatan pendakiannya tidak dapat dilipat oleh kegelapan malam, tak kuasa disapu angin muson, dan tidak bisa dihalangi awan cumulonimbus. Sesuai setelan durasi yang diinginkan si pemiliik Buraq.

Peristiwa ini benar-benar terjadi dan masuk akal, logis, dan rasional, bukan fiktif dan animasi, apatah lagi dongeng belaka. Sebab, bisa dibuktikan secara empiris dalam ilmu pengetahuan modern. 

Bila ada orang menyangkal kejadian Isra' Mi'raj, berarti mereka tak lebih Abu Janda eh, Abu Jahal modern 2021, TO PETTU SEKRING NA!

Di selah-selah piknik kudusnya bersama kawalan ketat para malaikat mengitari elemen-elemen langit yang keindahannya sulit tertandingi―terus  berselancar ke atas paling tinggi ke ufuk nun jauh paling atas―di atasnya ‘mintaqat’ ujung paling atas, Sidratul Muntaha.  

Di tempat ini rahasia piknik mulai terbongkar, rupanya hikmah di balik napak tilas itu, Beliau menerima pusaka ‘Fardhu’ (perintah shalat lima waktu). …hingga kini aku masih penasaran: “Beliau diwarisi kewajiban shalat sehari semalam di ufuk sana”, berarti ada wahyu turun di luar sana selain buana bumi…!!!

Sepulang pengembaraan Isra’ Mi’raj dengan membawa oleh-oleh segudang rahmat, Beliau diturunkan ke alam dunia bagaikan hujan yang merata dan begitu terang seperti cahaya mentari yang terbit di waktu pagi. Beliau membawa nur shalat sebagai lentera penuntun keselamatan umatnya, sinar gemilang pemisah antara cahaya dan kegelapan. 

Bersambung…

Kota Sengkang, 11-3-2021