Gambar "SAPI PERAH: Ketika Martabat Diperah Demi Kepentingan Segelintir"


Pernahkah kita merasa dipakai, dimanfaatkan, dan diperah seperti susu dari seekor sapi, lalu ditinggalkan tanpa dihargai?


Pernahkah kita menjadi tangan yang selalu memberi, namun tak pernah dianggap dalam meja keputusan?


Ataukah... justru kita yang telah memerah orang lain dengan dalih amanah, kepentingan bersama, atau demi stabilitas dan tradisi?


Apakah kita sedang hidup dalam sistem yang membuat manusia menjadi alat produksi demi kekuasaan, nama baik, dan keuntungan kelompok tertentu?


Sudahkah kita menyadari bahwa eksploitasi terselubung bukan hanya terjadi di dunia kapitalisme asing, tapi telah merasuki ruang-ruang terkecil dari kehidupan kita?


"Apakah kamu merasa aman ketika melihat seseorang terus bekerja siang dan malam tanpa penghargaan?


 Apakah kita masih dapat tidur nyenyak ketika hak orang lain kita hisap demi kenyamanan pribadi? 


Sampai kapan kita akan terus mengeringkan keringat orang lain untuk membasahi kepentingan kita sendiri?"


Apakah kita benar-benar buta atau sengaja menutup mata atas derita yang lahir dari kerakusan yang kita pelihara?


Pertanyaan-pertanyaan ini bukan sekadar retorika, melainkan pintu kesadaran menuju cermin nurani. 


Karena realitas hari ini menunjukkan bahwa manusia tidak hanya dieksploitasi oleh sistem, tapi lebih menyakitkan ketika eksploitasi itu datang dari sesama manusia, atas nama jabatan, keluarga, kekuasaan, dan bahkan agama.


Makna “Sapi Perah”: Simbol Eksploitasi Kemanusiaan


Dalam bahasa sederhana, istilah “sapi perah” menggambarkan seseorang yang terus-menerus dimanfaatkan tanpa henti. Diambil manfaatnya, diabaikan keberadaannya. 


Di tengah modernitas yang mengagungkan efisiensi, banyak orang dijadikan sapi perah, diperas ide, tenaga, waktu, bahkan loyalitasnya.


Tanpa mereka sadari, hidupnya tak lagi berjalan di atas rel harga diri, melainkan diputar di roda produksi keuntungan kelompok tertentu.


Mereka dipekerjakan, tapi tak dihargai. Mereka diikutsertakan, tapi tak diajak bicara. Mereka disanjung saat dibutuhkan, tapi dilupakan saat tak menguntungkan.


Eksploitasi dalam Kacamata Al-Qur'an dan Sunnah


Al-Qur’an telah jauh hari memperingatkan agar manusia tidak merugikan hak orang lain, tidak mengecilkan nilai mereka, apalagi menjadikan mereka alat.

وَلَا تَبْخَسُوا ٱلنَّاسَ أَشْيَآءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي ٱلْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

"Janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi."

(QS. Al-A’raf: 85)


Ayat ini menjadi tamparan keras bagi sistem yang menjadikan manusia sekadar angka statistik, aset proyek, atau “pembantu setia” tanpa nama. Nabi Muhammad  SAW. bersabda:

مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي

"Barangsiapa menipu, maka ia bukan dari golonganku."

(HR. Muslim)


Bukankah menempatkan manusia pada relasi yang timpang dan manipulatif juga bagian dari penipuan sosial?


Eksploitasi di Ranah Hukum: Ketika Keadilan Diperah


Ironisnya, praktik “sapi perah” juga merambah lembaga-lembaga hukum. Dalam banyak kasus, seseorang bisa disandera secara hukum, bukan karena ia bersalah, tapi karena ia berguna sebagai alat tawar.


Ada yang dijadikan tumbal politik. Ada yang disandera karena aibnya bisa menjadi senjata pengaman kelompok elite. 


Ada yang dibungkam dengan tekanan hukum demi menutup fakta korupsi yang lebih besar.


Di beberapa negara-negara di dunia ini , nwgara bahkan kadang memakai institusi hukum sebagai alat "pemerasan" legal, atas nama stabilitas, namun menyisakan luka keadilan.


Bahkan ketika negara memberi amnesti atau abolisi kepada seseorang, sering kali bukan demi korban, tetapi demi merawat wajah kekuasaan dan kelanggengan kekuasaan.  Padahal Allah berfirman:

وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ

"Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, meskipun terhadap kerabatmu sendiri." (QS. Al-An’am: 152)


Kasus Sosial: Ketika Jiwa dan Waktu Diperah


Dalam dunia kerja, Ada karyawan yang tak pernah menolak tugas, tetapi juga tak pernah dinaikkan derajat.


Ada guru honorer yang menjadi tulang punggung sekolah, tapi tak diberi kepastian pengangkatan.


Dalam relasi sosial, Ada relawan yang berjuang siang malam untuk acara dakwah, tapi setelah sukses, namanya tak disebut.


Dalam keluarga, Ada anak sulung yang terus diminta berkorban demi adik-adiknya, tanpa pernah dirangkul sebagai individu yang juga punya mimpi.


Inilah bentuk-bentuk eksploitasi halus yang sering kali dibungkus dengan kata-kata: “pengabdian”, “ikhlas”, atau “tanggung jawab.”


Padahal Rasulullah SAW. bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas yang dipimpinnya."

(HR. Bukhari dan Muslim)


Jika yang kita pimpin adalah manusia, maka janganlah mereka dijadikan sapi yang diperah, tapi jiwa yang harus dihormati.


Renungan Umar bin Khattab dan Peringatan Ulama


Umar bin Khattab pernah berkata dengan guncangan nurani:

متى استعبدتم الناس وقد ولدتهم أمهاتهم أحرارًا؟

"Sejak kapan kalian memperbudak manusia, padahal ibu mereka melahirkan mereka dalam keadaan merdeka?"


Imam al-Ghazali menulis dalam Ihya’ Ulum al-Din:

الظلم أساس الخراب، ولا يقوم ملك على الجور

"Kezaliman adalah akar kehancuran. Tak akan tegak sebuah pemerintahan di atas dasar ketidakadilan."


Pilihannya Kini Jelas


Jika kita masih jadi “sapi perah” hari ini, tanyakan: Sampai kapan?


Jika kita telah menjadi “pemeras”, tanyakan: Sampai di mana tanggung jawab moral kita sebagai manusia dan hamba Allah?


Hidup bukan tentang siapa yang paling diuntungkan, tapi siapa yang paling bertakwa.


Bukan tentang siapa yang bisa memeras paling banyak, tapi siapa yang bisa memberi keadilan paling nyata.


Karena itu dalam merespon dinamika kehidupan dan interaksi kita selama ini yang kadang terjebak atau paling tidak menyaksikan fenomena pemerasan yang dikenal dengan istilah " Sapi Perah", maka agama mengajarkan kita doa dan munajat dalam rangka menjaga martabat kemanusiaan kita:


اللهم لا تجعلنا من الظالمين، ولا من الذين يُستَضعَفون، بل اجعلنا من الذين يُقِيمُونَ العدلَ ويحمِلون الكرامةَ ويَرْفَعُونَ الإنسان.

"Ya Allah, jangan jadikan kami termasuk orang-orang zalim, dan jangan pula menjadi yang tertindas. Jadikan kami penegak keadilan, penjaga martabat, dan pengangkat derajat kemanusiaan."


Jika tulisan kali ini menyentuhmu atau  kalian alami atau kadang mendengar ataupun meyaksikan , mungkin karena selama ini kamu sedang diperah… Atau mungkin karena kamu sedang memerah..?Kini saatnya memilih: Memerdekakan…atau memperbudak?.


#Wallahu A'lam Bis-Sawab