Gambar


Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun…

Dalam keheningan duka, kami menunduk dan melafazkan kalimat takzim:
Selamat jalan, Adinda Dr. H. Abdul Rahim, Lc., M.Pd.I
Engkau telah pulang… kepada Kekasih Abadi yang jauh lebih mencintaimu daripada cinta kami yang terbatas ini.

Di pelataran ilmu dan keheningan masjid, Namamu tertulis bukan sekadar gelar dan akademik,tetapi pada jejak langkah santun yang membungkuk dalam senyum, Pada sapaan lembutmu yang meneduhkan lebih dari pagi hari yang bening.

Engkau adalah sosok yang merendah bukan karena lemah,
Tapi karena tingginya derajat tawadhu’mu. Ketika berjalan kopiah hitammu seolah menjadi mahkota kesahajaan, Dan rapi pakaianmu bukan kemewahan,
Tapi cermin dari hidup yang tertata oleh adab dan kebersihan hati.

Siapa yang tak mengenal langkah-langkah kecilmu menuju masjid,
Dalam gelap subuh engkau menjadi cahaya, Dalam terik dzuhur engkau tetap hadir,
Dalam maghrib yang syahdu engkau tersenyum dalam barisan shalat berjamaah. Masjid mengenal sujudmu,
Langit menyimpan airmatamu,
Dan bumi pun kini merangkul jasadmu dengan pelukan kasih.

Engkau memang muda dalam usia,
Namun karya dan pengabdianmu adalah khutbah yang tak pernah usai, Terpatri dalam ruang-ruang kelas, dalam diskusi mahasiswa,
Dalam tanya yang kau jawab dengan hikmah, Dalam senyum yang menjadi jawaban lebih kuat dari kata-kata.

Kami menyaksikan engkau membantu bukan untuk dikenal,
Tapi karena ketulusan yang telah menjadi sifat. Engkau hadir bukan untuk dilihat. Tapi untuk memberi, memperbaiki, dan mendoakan dalam diam.

Kini, kami kehilangan bukan sekadar seorang akademisi,
Tapi sebuah mata air keilmuan yang menyejukkan, Sebuah telaga keteladanan yang menumbuhkan,
Dan pelita akhlak yang menuntun kami dalam gelap zaman.

Adinda kami, Engkau telah mengajarkan kami makna hadir,
Tanpa harus menonjol, Makna mencintai ilmu, tanpa merasa lebih tinggi, Makna menjadi hamba Allah, tanpa lelah.

Selamat jalan, wahai ruh yang lembut dan penuh hormat,
Selamat kembali ke pangkuan Rabbul ‘Izzah, Kami menangis, bukan karena engkau pergi,
Tapi karena kami belum sempat cukup belajar darimu.

Masih terpatri dalam ingatan, saat kami duduk berdua merangkai kata demi kata, menggali makna dalam jurnal yang kami beri judul "التعليم الإسلامي التحويلي في موقع التكامل العلمي: منظور التربية الهيوتاغوجية".
Ia menulis bukan dengan tinta, tapi dengan hati, tak pernah menuntut nama, hanya ingin membantu.Dan dari jurnal itu, yang terlahir dari ketulusan dan kebersamaan, Allah takdirkan jalan menuju gelar profesor yang kini kuemban.

Sungguh, tanpa Adinda Rahim, barangkali capaian itu hanya angan. Engkaulah bayangan kebaikan yang mengantar langkahku menuju cahaya.

Semoga Allah SWT. menempatkanmu dalam sebaik-baik tempat, bersama para shalihin, para pencinta masjid, dan para guru yang ikhlas. Dan semoga kami yang ditinggal dapat meneladanimu, Dalam ilmu, dalam akhlak, dan dalam pengabdian yang penuh cinta.

Lahuu al-Faatihah...

Al-Fakir. Munawir Kamaluddin