Gambar Bacaan Al-Qur'an


Sebentar malam Nuzulul Al-Qur’an.

Setiap 17 Ramadhan selalu diperingati sebagian besar umat Islam, adalah momen penting untuk merenungkan turunnya Al-Qur'an sebagai petunjuk hidup. 

Al-Qur’an datang membawa pesan-pesan Ilahi (risalah Illahiyah) untuk umat manusia yang disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW. 

Testamen dan instruksinya indah sekali, tidaklah berbeda dengan risalah yang dibawa oleh Nabiyullah Daud as, Musa as, dan Isa as dan Rasul⊃2; lainnya. Risalah⊃2; itu semuanya mentauhidkan Allah Swt.

Saudaraku,

Datangnya Al-Qur’an, bukalah pintu hatimu untuk membacanya agar bisa menyerap segala hikmah yang terkandung di dalamnya. 

Ya, bacalah Al-Qur’an dan baca lagi, serta terus-meneruslah membaca Al-Qur’an tanpa henti.

Sebab, di dalam Al-Qur’an terdapat jawaban kumulatif.
Di dalam Al-Qur’an, hadir cahaya tanpa batas.
Di dalam Al-Qur’an tersedia aneka intan 'kebajikan' yang berkilau. Siapa pun yang menyelaminya akan basah ‘Rahmat’ di relung jiwanya. 

Al-Qur’an pun hadir sebagai Kompas, pedoman arah kemana jalan yang hendak dituju.
Al-Qur’an muncul untuk membimbing manusia agar tidak terjatuh. 
Al-Qur’an menampakkan diri guna menuntun manusia agar tidak tersesat.

Oleh sebab itu,
Wahai yang masih ragu⊃2;! 

Bacalah, resapilah, amalkan. Biarkan ia menjadi cahaya penuntunmu.
**
Dulu, pertama kali saya belajar membaca Al-Qur’an oleh Nenek Tenri, ketika itu masih kelas satu di SD 5 Bila. 

Luar biasa, Nenek Tenri yang berusia kurang lebih 70 tahun itu masih bisa mengajar bait⊃2; Al-Qur’an tanpa bantuan kacamata. 

Nenek Tenri masih menggunakan metode tradisional yang saling berhadapan dgn anak didiknya.

Saya belajar mengaji Alif Ba Ta Tsa Jim Ha Kho, kurang lebih 2 (dua) tahun baru bisa tamat.

Kok lama sekali tamatnya? 
Karena jarang sampai di rumah Nenek Tenri belajar mengaji. 
Mendingan pergi Maggolo’ sama Logê’, La Hami’ na La Karê’ di halaman SD 5 Bila.

Kala itu, aku masih jemu alias bosan melihat huruf demi huruf Al-Qur’an yang mirip ulat-ulat meliuk-liuk. 

Lalu cara membaca Al-Qur’an pun memusingkan kepala, dari kanan ke kiri. Bukan kiri ke kanan ala tulisan Indonesia.

Mungkin inilah penyebabnya jika orang Arab ke Indonesia tidak mau beli sarung sutra. Sebab, setiap sarung sutra selalu bertuliskan “Dijamin Tidak Luntur”.

Tapi, orang Arab membaca tulisan dari arah kanan ke kiri, jadi bacanya “Luntur Tidak Dijamin”.

Kala itu, upahnya belajar mengaji sama Nenek Tenri, hanya mengisi air ke dalam ‘Bêmpa’ sampai penuh (sejenis gumbang). 

Mallêmpa’ waê’ ka’ bêkka dua siesso: Boro katuntung salêngka ê, bukku’ lekke’ ê.

Masya Allah,
Ternyata belajar mengaji di waktu kecil bagai mengukir di atas batu.

Andai bukan Nenek Tenri mengajarkan alegori & iktibar Al-Qur’an di masa kecilku, Nappakku Lopêro’.

Syahdan, kerap kali aku membaca Al-Qur’an selalu kudoakan Nenek Tenri, sang guru mengajiku. Allahummaghfirlaha, smg beliau tenang disisi-Nya. Amiiiin