Hasrullah, Mahasiswa Polyglot UIN Alauddin

\r\n

Peraih Penghargaan ICONS 2016 ... Tahun 2016 menjadi tahun yang paling berkesan bagi Hasrullah, pemuda yang baru saja mendapatkan penghargaan plakat Internasional dari Professor Stephen Oppenheimer dari Oxford University sebagai presenter terbaik. Bersamaan dengan itu, ia juga mendapatkan sertifikat Internasional yang dinyatakan sebagai presenter termuda oleh Ketua International Conference on Nusantara Studies (ICONS) 2016 di Universitas Indonesia (UI). Pria yang kerap kali disapa Rul ini merupakan mahasiswa Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar, angkatan 2013. Selain itu, ia memiliki banyak prestasi dibidang penelitian dan mampu menguasai 12 bahasa.

\r\n

Belum lama ini, reporter UKM LIMA berbincang-bincang dengan Hasrullah mengenai pengalaman dan prestasi-prestasinya dibidang penelitian. Tak hanya itu, Rul juga berbagi tips-tips dalam mengikuti lomba Karya Tulis Ilmiah. Berikut cuplikan wawancaranya.

\r\n
    \r\n
  1. 1.      Kegiatan ICONS 2016 itu seperti apa, boleh dijelaskan sedikit?
  2. \r\n
\r\n

ICONS (International Conference on Nusantara Studies) 2016 merupakan kegiatan internasional bagi para peneliti baik mahasiswa maupun dosen yang memaparkan ide penelitiannya tentang Nusantara Studies. Nah, tema yang diangkat pada ICONS 2016 adalah “Reinventing Nusantara Concept within its roles and space” yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia di Perpustakaan UI pada tanggal 23-25 November 2016 kemarin.

\r\n
    \r\n
  1. 2.      Pesertanya dari mana saja?
  2. \r\n
\r\n

Yang masuk pada kriteria konferensi ini berjumlah 79 orang yang didomain oleh dosen-dosen Universitas Indonesia. Ada Dosen dari UGM, Universitas Sebelas Maret, Universitas Pejuang Republik Indonesia, Universitas Negeri Malang, STKIP PGRI Sumatera Barat, University of National Development, Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta, Researcher in European Studies, Universitas Pelita Harapan, Universitas Kristen Indonesia, Cranfield University (UK), UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Universitas Indraprasta PGRI, dan dua diantaranya Mahasiswa dari UIN Alauddin Makassar.

\r\n

Sedangkan Universitas diluar negeri merupakan Undangan dari panitia ICONS 2016, yakni University of Oxford, Australian National University, Universteit Leiden (Nederland), Trinity College (Oxford), dan Universitas Indonesia sendiri. Mereka semua adalah professor, dan yang menjadi pembicara utama (keynote speaker) pada konferensi tersebut adalah, Prof. Stephen Oppenheimer dari University of Oxford.

\r\n

 3.      Jadi, pesertanya didominasi dari kalangan dosen ya?

\r\n

Iya. Cuma dua orang mahasiswa undergraduate. Hehe

\r\n
    \r\n
  1. 4.      Luar biasa. Bagaimana pengalaman anda saat melakukan persentase di depan banyak orang?
  2. \r\n
\r\n

Waktu persentasi, saya bersyukur sekali karena mendapat giliran terakhir. Saat itu sudah dilakukan pergantian pemerhati presenter dan saya langsung dapat Professor Stephen Oppenheimer dari Oxford University. Saya merasa enjoy. Dan saya melihat hampir 80% audiens merasa bosan melihat presenter-presenter sebelumnya. Para audiens hanya sibuk memainkan handphone-nya. Makanya, pada saat saya persentase, saya mencoba agar para audiens itu tetap fokus pada apa yang saya persentasekan.

\r\n
    \r\n
  1. 5.      Bagaimana cara anda melakukan persentasi?
  2. \r\n
\r\n

Pada saat giliran saya persentasi, saya pun meminta kepada penonton. Please, put of your handphone. Dan hampir semua audiens mengarah ke saya. Power point-ku pun, all of slides itu kebanyakan gambar, minim kata apalagi kalimat. Tidak pernah lebih dari lima kata. Dan sebelum saya persentasi saya menyapa dulu professor Stephen ini.

\r\n

Setelah persentase selesai, Prof Stephen mengatakan kepada saya bahwa “your tittle is very very long”. Dan ya, pasti menyarankan untuk diganti. Setelah pulang dari persentase, malamnya saya mengganti judulnya.

\r\n

Hingga keesokan harinya saya konsultasikan lagi ke professor Stephen. Judul saya yang awalnya “Reinfenting Nusantara concept as Unity of Indonesia through Unification Indonesia’s Time Zones Changes The Problem of Rubber Time Culture to Encourage Being Ready on Time for Facing ASEAN Economics Community (AEC)”, saya ubah menjadi “Study of Linguistics and Culture toward Unification Indonesia’s Time Zones for Facing ASEAN Economics Community (AEC).” Dan alhamduillah pada saat saya konsultasikan ke Professor Stephen, dia mengatakan “This is better than before.”

\r\n
    \r\n
  1. 6.      Jadi itu sedikit teknik dalam persentasi ya kak?
  2. \r\n
\r\n

Sebenarnya bukan cuma teknik persentasi sih yang saya mau kasih tahu, tapi teknik-teknik atau tips-tips juga untuk masuk konferensi. Untuk masuk konferensi ini tidaklah mudah, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi sebelum penelitiannya diseleksi. Karena yang menyelenggarakan adalah pihak Universitas, bukan organisasi yang semata-mata mencari keuntungan dengan membayar uang sebagai pemateri. Jadi, kita harus selektif.

\r\n

 7.      Selektifnya seperti apa?

\r\n

Pertama, kita harus tahu dulu siapa yang menyelenggarakan konferensinya. Kalau menurut saya pribadi, jangan sampai organisasi yang mengadakan, kecuali organisasi itu memang terkenal.

\r\n

Kedua, lokasinya. Di dalam atau di luar negeri. Nah, banyak nih mahasiswa yang berani memasukkan penelitiannya di luar negeri tanpa memikirkan biayanya dari mana dan siapa yang akan meng-cover biaya ke sana. Kecuali kalau kita memang berasal dari keluarga berada, ya tidak masalah. Saya saja yang masih di dalam negeri, luar biasa “pontang-panting” cari dana. Dan akibatnya apa, banyak mahasiswa yang tidak jadi berangkat ke luar negeri karena urusan finansial. Jadi, menurut saya mending cari di dalam negeri dulu saja yang tingkatannya sama. Di dalam atau di luar negeri sama kok, yang membedakan cuma negaranya. Biar tidak terlalu menyiksa dan tetap dapat sertifikat internasionalnya juga.

\r\n
    \r\n
  1. 8.      Jadi anda dapat dana dari sponsor atau kantong pribadi?
  2. \r\n
\r\n

Saya sebenarnya sangat mengandalkan sponsorship dari kampus, tapi karena gagal dapat dana dari sana, terpaksa harus pinjam uang sama teman. Hehe... Karena saya percaya setiap ada kesusahan pasti ada kado terindah dari Tuhan.

\r\n
    \r\n
  1. 9.      Apa yang memotivasi anda untuk ikut kegiatan ini?
  2. \r\n
\r\n

Saya itu dari awal sudah berniat bahwa saya harus bersaing dengan anak Universitas Indonesia. Saya selalu menunggu kapan punya kesempatan untuk bersaing dengan mereka. Dan pada saat saya mendapat informasi tentang konferensi Internasional di UI, saya langsung masukkan karyaku dan bersyukur sekali diterima.

\r\n
    \r\n
  1. 10.  Sangat jelas sekali ya, kalau anda punya hobi dibidang kepenulisan?
  2. \r\n
\r\n

Kalau hobi, ya, hobinya itu menulis. Tetapi saya lebih tertarik menulis itu dibidang ilmiah daripada fiksi. Saya lebih tertarik dibidang ilmiah karena saya mau menemukan dan mengembangkan sesuatu yang baru.

\r\n
    \r\n
  1. 11.  Gimana rasanya tiba-tiba dipanggil menjadi presenter terbaik dan termuda? Hehe
  2. \r\n
\r\n

Tak perlu ditanya, senanglah! Hehe... Yang memanggil saya sebagai presenter termuda itu ketua ICONS 2016, Dr. Hendra Kaprisma S.Hum, dan yang memberikan saya plakat adalah Professor Stephan langsung dan plakat itu langsung ditandatangani oleh Professor Stephen sekalian dengan gelar presenter terbaik. Hehe…

\r\n
    \r\n
  1. 12.  Apa saja kendalanya saat melakukan penelitian?
  2. \r\n
\r\n

Hmm... saya masih kesulitan mengatur waktu dengan baik, antara kuliah dan meneliti. Kalau masalah lain, seperti harus cari referensi dimana, alhamdulillah masih bisa saya atasi. Karena saya mengambil referensi dari beberapa bahasa yang saya tahu, makanya tidak terlalu sulit. Biasanya kan orang-orang hanya menggunakan dua bahasa, kalau bukan bahasa inggris, bahasa indonesia. Jadi penelitian saya itu membandingkan bahasa melalui kajian psikolinguistik dan sosiolinguistik melalui metode studi pustaka, yakni bahasa Indonesia, Inggris, Quecha, Mandarin dan Spanyol.

\r\n
    \r\n
  1. 13.  Oh ya, anda juga dinyatakan sebagai ployglot indonesia. Sebenarnya berapa bahasa yang anda kuasai?
  2. \r\n
\r\n

Saya tidak berani bilang kalau saya menguasai, tapi kalau untuk berkomunikasi, Insyaallah bisa. Jadi, saat ini saya bisa berbicara dengan menggunakan 12 bahasa.

\r\n
    \r\n
  1. 14.  Dua belas bahasa itu apa saja?
  2. \r\n
\r\n

Dua belas bahasa itu, dua diantaranya bahasa lokal, yaitu bahasa Makassar dan Bugis. Lalu bahasa Indonesia, Inggris, Spanyol, Esperanto, Belanda, Jerman, Portugis Portugal, Portugis Brazil, Bahasa Tunawicara, dan sedang mempelajari bahasa Perancis.

\r\n
    \r\n
  1. 15.  Wah, banyak sekali ya. Sejak kapan mulai belajar banyak bahasa? Apa belajarnya sekaligus atau satu per satu?
  2. \r\n
\r\n

Kalau belajar bahasanya, ada yang sekaligus ada yang satu per satu. Jadi, yang sekaligus itu, misalnya Bahasa Jerman dan Bahasa Belanda, kan hampir mirip bahasanya. Terus, bahasa Portugis Portugal dan Portugis Brazil. Nah yang satu per satu itu, belajar bahasa inggris yang saya mulai pelajari sejak SD. Setelah itu baru saya masuk ke bahasa Spanyol, habis itu bahasa Esperanto, terus masuk ke Jerman dan Belanda, lalu mulai belajar Portugis Portugal dan Portugis Brazil. Karena banyak Ployglot Indonesia yang belum tahu bahasa tunawicara, jadi saat mulai masuk kuliah, saya pun belajar bahasa tunawicara. Dan saya sementara belajar bahasa Perancis di Unhas.

\r\n
    \r\n
  1. 16.  Selain di ICONS 2016, penghargaan apa lagi yang pernah anda dapatkan sebelumnya?
  2. \r\n
\r\n

Kalau semasa kuliah, di awal-awal semester tahun 2013. Saya dinyatakan sebagai polyglot Indonesia. Terus di tahun 2014, dapat “The Best Talented of Tourism Ambassador of Gowa Ragency.” Pernah mendapat peringkat 5 besar International Essay 2015 di New Delhi, India.

\r\n
    \r\n
  1. 17.  Terakhir, apa pesan yang ingin anda sampaikan kepada para mahasiswa khususnya di UIN Alauddin Makassar?
  2. \r\n
\r\n

Kita tentu seringkali mengalami kegagalan. Kalau saya sendiri, salah satu cara untuk menghadapi kegagalan adalah menjadi teman dari kegagalan itu sendiri. Jadi, jangan pernah menyerah.

\r\n

Penulis : Nurfadhilah Bahar

\r\n

 

\r\n

 

\r\n