Ketika kita melihat orang berdasi tentulah di pikiran banyak orang dia orang sukses dan berduit, pebisnis, mapan atau seseorang yang punya jabatan walaupun mungkin jabatannya tak berduit tetap pakai dasi biar terlihat estetik.
    Tahukah fungsi dasi bagi seseorang tentu tergantung kebutuhan dan kepentingan dari  tugas yang diamanahkan tapi yang pasti pendapat umum menilai dasi adalah aksesori yang memiliki sejarah panjang, dasi sebagai asesorinya yang melilit di leher dan dada bagi para wanita dalam bentuk syal, agar terlihat lebih menarik dan berfungsi sebagai ornamen dalam berpakaian dan hal tersebut sejak jaman pra modern sampai era modern dan post modern tetap eksis dan relevan semua zaman karena telah  menjadi budaya global hampir semua bangsa-bangsa di dunia.
       Eksistensi dasi membawa nilai kembanggaan bagi yang memakainya  termasuk para sales penjual obat keliling dari rumah ke rumah juga bangga memakai dasi walau sering dipandang sebelah mata oleh kebayakan orang.
          Dimana relevansi dasi dan dosa,  yakni bila dasi di pakai oleh pejabat bukan untuk aksesori, estetik atau tuntutan tugas tapi dipakai dalam perilaku menyimpang, menyalahi fungsi dasi sehingga pemakainya tidak merasa nyaman dengan dasi dan baju jasnya karena dipakai korupsi, gratifikasi, sehingga takut ketahuan kalau sering minta fee proyek, sering minta jatah dari setiap proyek, sehingga takut nanti di ujung jabatannya akan di bongkar kawan sendiri, hal tersebut bukan rahasia umum kita mendengar  maling berdasi, maling yang berkas dan berdasi bahkan di media massa cetak sering melihat gambar simbol tikus berdasi, secara visual tanpa dijelaskanpun arti dan makna gambar tikus berdasi tersebut sudah sarat arti dan makna negatif, disinilah relevansinya dasi dan dosa, tapi sebaliknya juga sangat mulia bila para pemakai dasi melahirkan perilaku kebajikan dan berbuah pahala bagi pemakainya.
           Perilaku kejahatan yang tak berdasi, tak ber jas, tentu lebih banyak seperti para pelaku kejahatan kelas teri, maling ayam, jemuran, maling sandal, singkong, dan maling  pisang tetangga sering terdengar dan lebih cepat dijebloskan di penjara  dari pada maling yang berdasi, di sinilah terkadang rasa keadilan masyarakat dan perlakuan yang sama didepan hukum jadi hal yang dirindukan. 
           Hal tersebut sejalan dengan sila ke 5 dari Pancasila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia walaupun terkadang belum memberi rasa puas,rasa keadilan masyarakat  luas karena banyak kejahatan kelas kakap  yang sering di sebut maling berdasi lolos dari jeratan hukum. Tapi ustads Da’sad Latif dg tegas berkata “ Demi Allah kau bisa lolos di dunia Bos tapi tunggu nanti di akhirat Bos tak ada yang bisa lolos dari kejahatan dan dosanya “ tentu kecuali bagi yang sudah bertobat dan di terima tobatnya oleh Allah Swt.
           Kejahatan berdasi yang berdosa tentu haruslah diberikan perlakuan yang berbeda dengan para pelaku kejahatan yang tak berdasi soal hukuman.
          Mengutip hadits Rasulullah tercinta, dari Abu Huraurah bahwa barang siapa yang mencari peradilan bagi kaum muslimin hingga ia mendapatkannya, kemudian keadilan mengalahkan kecurangannya ,maka baginya sorga ‘ dan barang siapa kecurangannya mengalahkan keadilannya baginya neraka (HR. Abu Daud ).
         Hadis tersebut diatas memberi peringatan kepada kita semua agar berhati hatilah dalam menegakan dan memutuskan keadilan pada sesama.
        Kembali pada soal dasi dan dosa tentu berbeda arti dan makna tapi orang berdasi banyak berbuat kejahatan dan orang yang tidak berdasi lebih banyak yang berbuat jahat namun sebaik baik orang berdosa adalah orang yang cepat bertaubat, menyesali perbuatannya dan berjanji tak akan lagi berbuat dosa yang sama ..maka masih terbuka pintu taubat dari yang maha penerima ampunan, Allah maha Rahman dan rahimnya kepada setua hamba-Nya .demikian Dakwah Sipakainge .wassalam .