Gambar perlu-perbincangan-lebih-konkrik-1224.jpg


Sehubungan dengan proses perjalanan waktu, maka mulai ada pergeseran kontent penulisan dari yang abstrak berdasarkan keyakinan kepada sesuatu yang bersifat konkrik yang lebih bisa dibuktikan. Dari yang bersifat historis kepada yang lebih sosiologis. Walau tidak bisa juga sepenuhnya sosiologis namun sekali-sekali perlu dimunculkan sesuatu yang bersifat historis. Tetapi, sudah mulai pengurangan yang bersifat historis memasuki pergulatan nyata lebih sosiologis. Karena itu, mulai banyak memasuki masalah-masalah lebih konkrik yaitu problem rendahnya budaya baca dan masa depan pendidikan anak-anak SD di Indonesia dibanding negara Australia atau budaya malu guru SD di negeri "Kincir Angin" yang saya lihat, jika ketahuan seorang muridnya menyontek dan ternyata berpengaruh pada kurangnya nara pidana di lembaga pemasyarakatan ketika mereka sudah dewasa. Sampai sekarang harus mengimpor nara pidana di negara jiran. Bandingkan lembaga pemasaratan Indonesia, menurut mantan Menteri Hukum dan HAM umumnya over kapasitas.

Menurut catatan UNESCO, rendahnya budaya baca bangsa Indonesia sama dengan 00,1 orang per tahun. Artinya, hanya satu orang yang bisa membaca satu buku per tahun dalam seribu orang. Beda dengan negara yang sudah maju 10-20 buku per tahun dalam seribu orang. Jepang sudah sampai 15 buku per orang dalam satu tahun.

Wasalam,
Kompleks GPM, 20 Desember 2024