Di tengah maraknya kasus maladministrasi yang menghantui lembaga-lembaga pendidikan, pentingnya sebuah sistem pengawasan internal yang solid di perguruan tinggi menjadi sorotan utama, tak terkecuali dalam perguruan tinggi keagamaan negeri (PTKN) yang berada dalam naungan Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia. Kita sering mendengar kabar soal ketidakselarasan anggaran, pengelolaan dana yang kurang transparan, hingga tuduhan fraud yang melilit institusi Pendidikan di Indonesia.
Kondisi ini seolah menunjukkan bahwa dunia pendidikan tinggi sedang berada pada titik kritis, di mana integritas dan kepercayaan menjadi harga mati. Untuk PTKN, hal ini bukan hanya tentang reputasi, tetapi juga tentang menjaga nilai-nilai moral keagamaan yang menjadi fondasi utama dalam membangun karakter akademik PTKN di Indonesia. Di sinilah Satuan Pengawasan Internal (SPI) penting hadir dan berperan secara vital sebagai Benteng Integritas yang menjaga moralitas dan memastikan bahwa nilai dan integritas tidak dikorbankan demi keuntungan sesaat. SPI dalam konteks ini harus hadir sebagai ‘wasit’ yang menjaga agar permainan di lapangan akademis berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Namun, apa jadinya jika wasit ini tidak memiliki peluit yang cukup keras untuk memberikan teguran pada pelanggaran yang ada atau bahkan tidak dilatih untuk dapat melihat pelanggaran-pelanggaran tersebut? Karena itulah, Penguatan Kapabilitas SPI dalam dunia akademik perguruan tinggi menjadi penting dan mendesak. SPI yang kuat menjadi kunci untuk menjamin bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan dan setiap kebijakan yang diambil dapat dipertanggungjelaskan dan dipertanggungjawabkan secara memadai kepada publik. Sadar akan kondisi tersebut, akhirnya Inpektorat Jenderal Kementerian Agama (Itjen Kemenag) sebagai lembaga pengawasan internal tertinggi dalam lingkup Kemenag hadir memberikan energi baru bagi SPI pada PTKN dengan kegiatan Penguatan Kapabilitas SPI PTKN di Indonesia.
Itjen Kemenag memang memiliki peran yang multifaset dan kompleks. Sebagai pengawas, mereka bertugas untuk memastikan bahwa setiap unit dan satuan kerja Kemenag beroperasi dengan senantiasa memegang integritas dan profesionalisme untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan dan kecurangan dalam pengelolaan sumber daya organisasi. Sebagai pembina, mereka diharapkan dapat memberikan arahan dan pendampingan dalam perbaikan tatakelola pengawasan setiap unit dan satuan kerja, tak terkecuali SPI PTKN. Dengan demikian Itjen Kemenag tidak hanya menjadi ‘polisi keuangan’ Kemenag, tetapi juga sebagai konsultan dan penasihat yang memberi nilai tambah bagi SPI pada setiap satuan kerja di bawah naungan Kemenag RI.
Penguatan Kapabilitas SPI yang digagas oleh Irjen Faisal fokus pada penguatan SPI dalam 3 aspek utama yaitu kelembagaan, sumber daya manusian (SDM), dan kualitas pengawasan. Pertama, dalam aspek kelembagaan, Itjen memastikan bahwa struktur dan tata kelola SPI di setiap PTKN disusun sedemikian rupa sehingga mandiri dan objektif, bebas dari intervensi internal dan eksternal yang bisa mengganggu independensi SPI. Ini termasuk pembentukan kode etik yang jelas, standar dan pedoman kerja pengawasan SPI, struktur organisasi yang jelas, dan sistem pelaporan yang konsisten.
Kedua, pada aspek sumber daya manusia, Itjen berinisiatif dalam pengembangan kapasitas individu yang bertugas di SPI. Pengembaangan kapasitas ini dilakukan dengan serangkaian tahap mulai dari identifikasi kompetensi personil SPI, memperjelas job description, dan rencana pengembanan tim SPI baik dalam bentuk pelatihan, workshop, dan sertifikasi profesi. Dengan SDM yang kompeten, SPI diharapkan dapat melakukan analisis yang lebih mendalam, memberikan rekomendasi yang lebih strategis, dan secara proaktif meminimalisir potensi kerugian dan/atau penyalahgunaan keuangan, aset, dan kebijakan universitas.
Ketiga, dalam aspek kualitas pengawasan, Inspektorat Jenderal mengambil peran dalam mengawal dan memastikan bahwa pengawasan yang dilakukan SPI tidak hanya sebatas pemenuhan regulasi, tetapi juga menciptakan nilai tambah. Kualitas pengawasan ini meliputi kemampuan SPI dalam melakukan evaluasi yang komprehensif terhadap sistem pengendalian internal universitas, penyusunan peta auditan berbasis risiko, melaksanakan pengendalian mutu pengawasan yang efektif, serta membangun mekanisme umpan balik yang memungkinkan terjadinya peningkatan berkelanjutan dalam universitas.
Program yang dilaksanakan sejak 1 Oktober 2023 tersebut, dibagi dalam beberapa tahap kegiatan, mulai dari pemetaan kapabiliatas SPI PTKN, pemaparan hasil pemetaan, pendampingan penguatan kapabilitas SPI, evaluasi efektivitas penguatan kapabiliatas SPI, dan ditutup dengan launching Strategi Perisai Integritas (SPI). Adapun PTKN yang menjadi pilot project dalam dalam tahun pertama program ini adalah 7 PTKIN yaitu UIN Alauddin Makassar, UIN Imam Bonjol Padang, UIN Raden Fatah Palembang, UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, UIN Mataram, IAIN Ponorogo, dan IAIN Kota Metro.
Pasca pelaksanaan Penguatan Kapabiliatas SPI ini, Ketujuh PTKN yang menjadi pilot project akhirnya mulai merasakan dampak positif dari kegiatan ini. Dampak langsung yang didapatkan adalah tersedianya kebijakan-kebijakan dan regulasi SPI yang semakin kredibel dan konsisten baik dalam bentuk Internal Audit Charter (IAC), Analisis Beban Kerja (ABK), Peta Kompetensi SDM, Uraian Jabatan, Analisis Jabatan, Rencana Pengembangan SDM, Audit Universe, Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) berbasis risiko, Kebijakan Penyusunan dan Komunikasi Hasil Pengawasan SPI, serta Kendali Mutu Pengawasan SPI. Adapun untuk jangka menengah dan panjang, setidaknya ada beberapa poin manfaat yang menjadi buah dari kegiatan Penguatan Kapabiliatas SPI tersebut, antara lain: (1) Meningkatnya Independensi SPI. Dengan penekanan pada aspek kelembagaan, SPI akan mendapatkan struktur yang lebih mandiri, memungkinkan untuk melakukan pengawasan dengan objektivitas yang lebih tinggi tanpa intervensi dari pihak manapun. Hal Ini akan meningkatkan kredibilitas laporan audit dan rekomendasi yang dikeluarkan. (2) Kompetensi SDM yang Meningkat: Kegiatan penguatan kapabilitas juga fokus pada pengembangan sumber daya manusia melalui serangkaian tahap tersebdiri. Dengan demikian, personel SPI akan memiliki keahlian dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan program pengawasan baik dalam bentuk audit, reviu, pemantauan, maupun kegiatan konsultansi kepada stakeholder SPI. (3) Efektivitas Pengawasan yang Lebih Baik: Melalui peningkatan kualitas pengawasan, SPI akan mampu melakukan evaluasi yang lebih komprehensif terhadap pengendalian internal dan kepatuhan terhadap regulasi, yang berarti risiko keuangan dan kepatuhan manajemen universitas akan menjadi lebih rendah. (4) Keandalan Data: Dengan sistem pengawasan yang diperkuat, integrasi data dan informasi yang dihasilkan oleh SPI akan lebih terjamin sehingga dapat digunakan oleh pimpinan universitas sebagai dasar dalam pengambilan keputusan strategis. (5) Pencegahan Fraud: Dengan SDM yang terlatih dan sistem yang lebih baik, SPI akan lebih siap dalam mengidentifikasi dan mencegah potensi penyalahgunaan dana, wewenang, dan kebijakan, sehingga meningkatkan tata kelola universitas yang lebih baik. (6) Peningkatan Reputasi PTKN: Seiring dengan meningkatnya integritas dan transparansi melalui pengawasan yang lebih baik, reputasi PTKN akan terangkat di mata pemangku kepentingan. (7) Peningkatan Kolaborasi: Penguatan kapabilitas juga mencakup aspek kolaboratif, dimana SPI dapat berbagi praktik terbaik dan belajar dari pengalaman satu sama lain dalam memperkuat jaringan pengawasan internal di antara PTKN. (8) Kesiapan Menghadapi Audit Eksternal: Dengan kapabilitas yang ditingkatkan, SPI akan lebih siap dalam menghadapi dan mendukung proses audit eksternal, termasuk dari BPK dan lembaga lainnya, dengan hasil yang lebih baik.
Penguatan kapabilitas SPI oleh Itjen Kemenag di PTKN adalah langkah maju untuk menciptakan SPI Kuat, SDM Mumpuni, dan Pengawasan yang Efektif, sehingga memastikan terwujudnya pendidikan tinggi yang berintegritas, transparan, dan akuntabel. Secara keseluruhan, penguatan kapabilitas SPI ini akan menciptakan lingkungan akademik dan non-akademik yang lebih sehat, yang sangat penting untuk integritas dan kesuksesan jangka panjang Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) di Indonesia.