Gambar khazanah-sejarah--pemikiran-islam-soekarno.jpg

Pada Khazanah sejarah kali ini, penulis akan berhenti sejenak sekedar menjawab banyaknya reaksi dari netizen.
Sekali lagi agar membuka kembali Khazanah sejarah tanggal 13 September lalu. Khazanah itu perlu dibaca sebagai dasar pemikiran penulis tentang, "Pemikiran Islam Soekarno." Tanpa membaca itu lebih dahulu akan menimbulkan kesalahpahaman.

Berdasarkan pengalaman, saya berpendapat bahwa ilmuwan sejati seharusnya berani menembus batas atas sekat-sekat yang diciptakannya sendiri dengan cara bersikap eksklusif kepada kebenaran. Sikap ini menjadi pesan Nabi sendiri bahwa dari mana pun kebenaran itu harus diterima. Memang, setiap tokoh punya pemikiran positif dan negatif. Pemikiran positif itulah yang harus dikembangkan, sedang pemikiran negatif, sekalipun datang dari teman sendiri, apalagi jika akan membuat gaduh masyarakat lebih baik dihindari untuk dipublish. Seorang tokoh sering ditemukan dalam dirinya pemikiran antagonisme, seperti Soekarno. Secara pribadi insya Allah saya tidak akan pernah menyebarkan pemikiran negatif dari siapa pun. Metode inilah dikenalkan Imam Syafii,
والله لاابالى ان يظهر الحق على لسانى او على لسان خصمي
(Demi Allah, saya tak peduli, apakah kebenaran itu muncul dari lidahku atau lidah "lawanku").

Siapa pun bisa mengembang pemikiran positif, seperti, "Pemikiran Islam Soekarno" jika dianggap benar dan relevan. Pengalaman di universitas terbaik, civitas akademika justru dengan bebas mengutip pemikiran Plato, Aristoteles, dan Agustinus. Di Harvard Universitay  yang muslimnya sangat menoritas justru dengan bangga memperkenalkan ayat suci Alquran tentang keadilan di pintu gerbangnya, mereka adalah ilmuwan inklusif yang ingin maju ke depan. Mereka berpendapat, keadilan dalam Alquran telah melintasi masa sepanjang sejarah. Ternyata sekarang, Harvard Universitay menduduki ranking terbaik ke tiga di dunia setelah Oxford University dan Stanford University tahun 2021.

Pengalaman penulis di beberapa perguruan tinggi, termasuk yang mendasari tulisan ini,  "Pemikiran Islam Soekarno." Sekali lagi saya bukanlah seorang Soekarnois, apalagi seorang politisi, melainkan sekedar historical scientist dan pencari kebenaran. 

Saya juga bisa memahami jika ada netizen yang menyukai postingan ini, sebaliknya ada yang tidak senang. Hal itu timbul disebabkan antara lain karena latar belakang pengalaman dan pendidikan yang berbeda-beda. Bagi saya, variasi itu menjadi bahan renungan dan pelajaran yang sangat bernilai bahwa ternyata kondisi umat tidak sama. Benar kata Syekh Yusuf al-Qardawi bahwa perbedaan itu adalah SUNNATULLAH untuk ber-fastabiqul khaerat. Jadi perbedaan harus disyukuri. Justru yang tidak boleh, menurut al-Qardawi, jika perbedaan itu mengantar kepada penghinaan dan pertengkaran. Alquran mengingatkan, ولا تفرقوا.
Wallahu a'lam.

Wasalam,
Kompleks GFM, 15 Sept. 2022 M/19 Safar 1444 H