Gambar jalan-tengah-penutup.jpeg

Para pembaca kebanggaanku. Saya masih saja terus berceloteh. Berbeda pada fase awal sampai pertengahan, menjelang terakhir, saya dijangkiti kecanduan untuk selalu mencoret. Saya betul menjadi terikat, bukan karena luapan ide dari saya, tapi dari para pembaca. 

Pembacalah yang selalu memberikan kejutan ide dan gagasan yang tidak pernah kering, bahkan selalu lebih tajam dari paparan Jalan Tengah saya. Sejujurnya, terlepas dari beratnya mempertahankan konsistensi mencoret, ada yang paling saya nikmati, interaksi ide-ide cerdas dari pembaca. 

Jadi tugas saya sebenarnya bukan memikirkan ide berikutnya, tapi menangkap ide-ide kreatif dan edukatif meskipun terkadang "nakal" dari para pembaca. Menunggu respon dari pembaca itulah menjadi waktu paling menyenangkan bagi saya, mengangguk dan tertawa sendiri, bahkan sampai terpingkal. 

Sebelum pamit dari Jalan Tengah, saya mengucapkan terima kasih tak terhingga dari para pembaca, baik yang sempat membaca maupun yang telah bermurah hati dengan emo jempol. Terkhusus, terima kasih atas interaksi teman-teman dengan segala spontanitasnya yang sangat membantu untuk ide tulisan berikutnya. Terima kasih kepada para sahabat yang meluangkan waktu untuk membuat respon tulisan yang kajiannya lebih dalam dari coretan saya sendiri. 

Terkadang ada hari di mana terjadi kebuntuan ide, tapi semangat untuk menyapa itulah yang lebih mendominasi. Saya berusaha hadir dengan hasil olah pikir Jalan Tengah yang apa adanya. Coretan-coretan itulah yang mewakilkan untuk menyetorkan diri  ke khalayak  dengan cara berpikir. Yah, ikut-ikutan pada "cogito ergo sum"nya  Descartes, saya ada karena saya berpikir. 

Terakhir saya yakin, pembaca sudah memaafkan atas semua kelakuan saya yang mungkin kadang terkesan memaksa untuk mengikuti alur saya. Saya pun juga meminta maaf atas "penyesatan" yang tidak sengaja saya lakukan. Pada banyak edisi, ada saja pembaca yang bertanya: "Mana Jalan Tengahnya?" yang saya sendiri sering  bingung membentangkannya. 

Tapi dari semua itu, Jalan Tengah terbaik untuk melakoni kehidupan tanpa beban adalah membangun mentalitas suka meminta maaf, termasuk kesiapan setiap saat untuk  menerima permohonan maaf. Terlebih saat berjumpa dengan momentum kelulusan untuk mencapai titik nol,  kesucian diri. Selamat idul fitri, semoga ketulusan hati selalu menyertai kita, karena Kata penyair kenamaan, Kyai Zawawi Imron, "Ketidaktulusan  bisa mengakibatkan ketidaklulusan."