Gambar footnote-historis--wasiat-terakhir-bung-hatta.jpg

Wasiat Bung Hatta
Sebelum wafat adalah keinginan dipusarakan di tengah pemakaman rakyat. Salinan wasiat Bung Hatta sebagai berikut:
“Apabila saya meninggal dunia, saya ingin dikuburkan di Jakarta, tempat diproklamasikan Indonesia Merdeka. Saya tidak ingin dikubur di Makam Pahlawan (Kalibata). Saya ingin dikuburkan di tempat kuburan rakyat biasa yang nasibnya saya perjuangkan seumur hidup saya.”

Paragraf tersebut merupakan penggalan surat wasiat yang ditinggalkan proklamator Mohammad Hatta. Salinan wasiat bertanggal 10 Februari 1975 itu disisipkan dalam cuitan Gustika Hatta, cucu Bung Hatta, di akun media sosial Twitter pribadinya. "Bude dan Kakak baru menemukan Salinan surat wasiat Datuk, nih. Coba dipastikan keaslian tulis tangannya,” ujar Gutika.
Bung Hatta menunjukkan kesederhanaan dan selalu ingin bersama rakyat biasa, pada saat yang sama orang berlomba dikuburkan di TMP. Bung Hatta ingin tetap berada di tengah rakyat yang nasibnya ia diperjuangkan hampir seumur hidupnya.

“Jadi tidak ingin dimakamkan di taman pahlawan. Karena ya barangkali dalam situasi ketika itu, juga Bung Hatta agak kecewa karena menurutnya tidak patut menjadi pahlawan ada di juga disitu,” katanya. Penolakan ayahnya merupakan bentuk protes terhadap situasi politik saat itu. Bagi Bung Hatta pemberian gelar pahlawan, dan siapa yang berhak dimakamkan di TMP telah disisipi kepentingan politik.

Dalam surat yang ditulis tahun 1975 tersebut, Bung Hatta berwasiat agar dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet. Tetapi Presiden Soeharto menetapkan TPU Tanah Kusir sebagai tempat peristirahatan terakhir Bung Hatta paling layak. Pemerintah mempersiapkan segala kebutuhannya. Dibantu insinyur Siswono Yudo Husodo, Soeharto merancang sendiri desain makam Bung Hatta di pekuburan Tanah Kusir. Bentuknya seperti yang terlihat sekarang.

Selain bagi Bung Hatta, rancangan makam itu juga diperuntukkan bagi istrinya, Rachmi Hatta. Soeharto memang merancang makam tersebut untuk dua orang. Posisinya tepat berada di samping Bung Hatta. Rachmi sempat kurang senang usulan tersebut. Kemudian Soeharto meyakinkan: “Oh tidak, permaisuri satu-satunya istri, harus berdampingan dengan suaminya,” kata Soeharto sebagaimana diceritakan Meutia. Usulan itu pun akhirnya diterima keluarga.

“Prinsip Bung Hatta soal wasiat, beliau tidak memikirkan diri sendiri, kecuali di mana dia mau dikubur. Itu sebetulnya simbol dari sifat beliau bahwa hidupnya betul-betul berjuang untuk bangsa. Jadi (dimakamkanlah Bung Hatta) di tengah pekuburan rakyat,” ungkap Meutia.

Wasalam,
Kompl. GFM, 11 September 2023 M/25 Shafar 1445