Gambar footnote-historis--kisah-di-balik-hatta-sebagai-wapres-c.jpg

Tak berhenti di situ, DPR kemudian membahas sosok pengganti Hatta yang akan mengisi kursi wakil presiden. Dalam UUD hanya disebutkan bahwa Presiden dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh seorang wakil presiden. Lantas, siapa yang akan membantu Presiden kalau wakilnya tidak ada? Hal ini sama sekali tidak dijelaskan dalam UUD.

Sidang juga diramaikan oleh pro-kontra tentang perlu tidaknya jabatan Wakil Presiden diisi kembali. Kalau iya, siapa yang akan menggantikan Hatta? Sayang pembicaraan ini tak pernah berujung-pangkal dan faktanya jabatan Wakil Presiden RI kemudian kosong selama 17 tahun.

Barulah pada 1973 kursi Wakil Presiden diisi lagi oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Namun, itu tak lagi di era Presiden Sukarno yang tumbang seiring dengan berakhirnya era Orde Lama.

Sayang, DPR sama sekali tak tertarik mencari tahu penyebab renggang hingga pecahnya Dwitunggal Proklamator RI. Banyak cerita dan kabar yang beredar tentang alasan Mohammad Hatta mengundurkan diri. Namun, bagaimana alasan versi Hatta sendiri?

Sukarno adalah sosok revolusioner yang mampu menggerakkan rakyat, sementara Hatta adalah seorang pemikir yang memiliki gagasan untuk kemajuan bangsa. Sukarno sangat suka menyampaikan gagasannya dengan berapi-api, sedangkan Hatta cenderung tak banyak bicara, tapi matang dalam konsep. Karena itu, oleh sejarawan diibarakan dalam mengelola negara bagai seperti mobil yang  keduanya tak ubahnya adalah bagaika gas dan rem. Soekarno adalah gas dan Hatta adalah rem.

Wasalam,
Kompl. GFM, 4 September 2023 M/18 Shafar 1445