FOOTNOTE HISTORIS:
KEISLAMAN DAN KEINDONESIAN (5)

Terima kasih pada Prof. Dr. Junaid Latif telah banyak memberi pengayaan pada pembahasannya bahwa sejak dari awal bahasan saya, lebih condong pada diakronik. Maka di ujung bahasan ini, saya lengkapi sebuah esai singkat yang menampilkan bahasan singkornik. Sekaligus sebagai penutup dari keislaman dan keindonesiaan, berjudul:

INDONESIAKU

Indonesia, di sanalah tanah airku, di sana pula aku dilahirkan, dan Insya Allah disana pula aku akan menutup mata.
Airnya kuminum dan hasil tanahnya telah membesarkanku.
Sejauh mata memandang sawahnya membentang luas.
Lautnya menghampar sebagai penghasil garam  beken. 
Di perut buminya tersimpang banyak barang tambang.
Seorang turis ketika di bandara menunggu pesawat akan mengatarnya pulang ke negerinya. Ia konpres: katanya, "Semua ada di Indonesia, kecuali unta dan dinasaurus."
Setelah 77 tahun merdeka, benar kata Soekano, "Perjuangan kami lebih mudah karena menghadapi kolonial yang jelas warna kulitnya.
Lagi pula para pejuang sepakat hidup sederhana.
Sekarang, kamu berhadapan bangsa sendiri yang rakus. 
Empat orang dari 270 juta pendiduk menguasai 50 % kekayaan Indonesia. 
Itulah yang kamu hadapi, kata Soekarno, yaitu bangsamu sendiri."
Semua  diimpor,
negeri kaya pengimpor, beras.
Lautnya luas pengimpor garam.
Semua pertambangan dikelola TKA aseng.
TKI sendiri nasibnya menyedihkan di negeri orang.
Utang tambah hari menumpuk.
Kesenjangan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Yang kaya tambah kaya.
Yang miskin tambah menderita," kata Cak Nur.
Baru saja kita dikejutkan pernyataan Koordinator Menhupolkam, 349 triliun transaksi mencurigakan di kementerian keuangan.
Semoga jadi kotak pandora para pejabat yang menyatakan diri paling Pancasilais

Kesimpulan
The fouding fathers kita sepakat bahwa NKRI adalah negara Pancasila, bukan negara sekuler seperti dikehendaki Soekarno atau negara Islam seperti kehendak Muhammad Natsir tetapi Islam bisa diperperjuangkan pelaksanaan syariatnya secara konstitusional. Pertemuan saya dengan tokoh Maroko di masjid agung Prancis tahun 1974. Dia mengagumi Soekarno, presiden I RI, telah memperjuangkan nilai-nilai Islam di sidang umum PBB, yaitu dengan mengutip ayat Alquran dalam pidatonya, ayat ini disebut ayat Soekarno,
"Tidak akan berubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu sendiri yang mengubahnya," demikian perjuangan Soekarno yang bersatu dalam dirinya antara perjuangan keislaman dan keindonesiaan. (Habis)

Wasalam, 
Kompleks GPM, 28
Maret 2023 M/06 Ramadan 1444 H