1. PENELITIAN DAN STUDI DI UNIVERSITAS LEIDEN 
Dalam memastikan mahasiswa yang akan diterima sebagai peneliti di Leiden, Belanda, harus melewati seleksi ketat. Dari 60 yang ikut diseleksi hanya 20 yang ikut kursus bahasa Belanda, dan dari 20 itu, hanya enam orang yang bisa lolos  diberangkatkan. 
Itulah yang mendorong penulis menyurat pada Prof. Dr. Jacob Vredenbregt, Kepala Perwakilan Universitas Leiden Asia Tenggara. Penulis menyampaikan urgensi penelitian di Belanda. Penulis mengirim surat pada beliau yang berisi bahwa "Seandainya saya tidak ikut dalam penelitian, maka ada dua kemungkinan: Pertama, harus ganti masalah penelitian, karena data yang diperlukan terdapat di perpustakaan Universitas Leiden dan perpustakaan KITLV. Kedua, bisa saja penelitian dilanjutkan, tetapi kualitasnya akan sangat rendah mengingat kekurangan sumber primer."
 
Argumen itulah yang menjadi pertimbangan pengurus INIS di Indonesia yang pada akhirnya penulis lolos seleksi bersama lima orang lainnya. 
Penulis bersyukur karena bisa terseleksi sebagai peserta peneliti INIS periode 1993-1994, setelah mengikuti kursus bahasa Belanda di Erasmus Huis selama tiga bulan. 
 
Penulis masih ingat, kami berangkat waktu itu di Airport  Soekarno-Hatta pada 9 Agustus 1993 melalui pesawat KLM. Kami diantar ke Airport oleh staf Kemenag, yaitu Ibu Imanah dan Cut Aswar (dari IAIN Aceh), salah seorang teman yang ikut kursus bahasa Belanda tetapi tidak terseleksi. Padahal ia ingin meneliti perjuangan H. Agus Salim. 
 
Wasalam,
Kompleks GPM, 15 Mei  2023 M/25 Syawal 1444 H