2. PERPUSTAKAAN KITLV, UNIVERSITAS LEIDEN, DAN HKI 
Pelajaran pertama yang kami peroleh dari bimbingan penelitian adalah, bagaimana menggunakan fasilitas perpustakaan. Kami dibawa ke perpustakaan KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde/Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies) dan Universiteits-bibliotheek (Perpustakaan Universitas Leiden). Kami diberi pengetahuan tentang cara meminjam buku lewat sistem komputerisasi, pemanfaatan fasilitas photo copy dan seterusnya. Perpustakaan di sana sudah memakai system on line dan padat teknologi. Pegawainya terbatas dengan pelayanan efisien. KITLV adalah perpustakaan sejarah terlengkap untuk Asia Tenggara dan negara-negara Karibia bekas koloni Belanda. 
Buku-buku yang dilarang di Indonesia justru leluasa dibaca di sini, seperti buku Partai Komunis Indonesia dan tokoh-tokohnya, seperti Aidit, Muso, dan tokoh lainnya. Di sini juga pertama kalinya penulis membaca Partai Demokrasi Islam Indonesia yang digagas Bung Hatta di awal Orde Baru, kemudian dilarang oleh pemerintahan Soeharto. Sedang perpustakaan Universitas Leiden sangat lengkap dan teratur. Sebelum berangkat ke Belanda, penulis sudah melakukan kunjungan ke beberapa perpustakaan di Makassar, termasuk perpustakaan Unhas, mencari data tentang Islam yang termuat di jurnal Bingkisan terbitan awal tahun 60-an. Sayang jurnal tersebut sudah tidak ada di perpustakaan, karena sudah menjadi milik pribadi. Beda dengan di Perpustakaan Universitas Leiden kita bisa menemukannya secara berseri dari penerbitan awal sampai akhir. Hampir semua buku-buku penting dengan mudah diakses. Manuskrip tentang Lontara tersimpan rapi, seperti lontara Latoa. Buku-buku penting tentang sejarah dan metodologinya bebas mencopynya. 
Sebagai mahasiswa INIS Fellow, kami diberi kartu photo copy seribu lembar per bulan dan mendapat kebebasan menggunakan fasilitas mesin photo copy yang sudah dilengkapi dengan kertas free. Selain perpustakaan KITLV dan Universiteits-bibliotheek, juga kami memanfaatkan Perpustakaan Henry Krimer Institute (HKI), perpustakaan milik misionaris. Di perpustakaan HKI kami menemukan informasi tentang sejarah perkembangan agama Kristen di Sulawesi Selatan. Di sini kami juga menemukan tulisan Tome Pires berjudul Suma Oriental sebagai sumber barat pertama tentang Sulawesi Selatan. Aslinya dalam bahasa Portugal, tetapi beruntung sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Anando Cortesao. Di sini pula kami menemukan jawaban persoalan, kenapa Kristen lebih diterima di dunia Barat, tetapi mendapat rintangan ke dunia Timur.  Dalam teori pengembangan Kristen disebutkan, “lebih mudah menghadapi agama lokal daripada sesama agama samawi.” Ke Barat atau Amerika, kristenisasi lebih berhasil karena hanya menghadapi agama lokal. Sedang ke dunia Timur, seperti ke Nusantara, kristenisasi mengalami hambatan karena menghadapi agama samawi, yaitu Islam yang sudah lebih dahulu datang. Kristen hanya bisa memasuki daerah-daerah yang belum disentuh oleh penyiar Islam, seperti Batak, Dayak, Toraja, Malino, Maluku, dan Papua.
 
Wasalam,
Kompleks GPM, 17 Mei  2023 M/27 Syawal 1444 H