Start typing & press "Enter" or "ESC" to close
Indonesian
English
العربية
Home
Profil
Pimpinan UIN
Sejarah UIN
Lambang
Visi Misi & Tujuan
Struktur Organisasi
Quality Assurance
Kerjasama Kemitraan
Dasar Hukum Pengelolaan
Pedoman dan Panduan Pengelolaan
Fakultas
Syariah & Hukum
Ekonomi & Bisnis Islam
Tarbiyah & Keguruan
Ushuluddin & Filsafat
Dakwah & Komunikasi
Adab & Humaniora
Sains & Teknologi
Kedokteran & Ilmu Kesehatan
Program Pascasarjana
Lembaga
LEMBAGA
Penjaminan Mutu
Penelitian & Pengabdian Masyarakat
UPT
Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
Perpustakaan
Pusat Bahasa
PUSAT
Pusat Studi Gender dan Anak
Pusat Pengembangan Bisnis
Satuan Pengawas Internal (SPI)
International Office (IO)
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Biro
Biro AUPK
Keuangan
Kepegawaian
Perencanaan
Umum
Biro AAKK
Akademik
Kemahasiswaan
Kerjasama
Sistem Informasi
Portal Mahasiswa Dan Dosen
Portal Alumni Dan Karir
Portal Kepegawaian/SDM
E-Kinerja
Kuliah Kerja Nyata
SOP
KIP
Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU)
Rumah Jurnal
Repository
Ebook
OPAC
Sistem Pengecekan Ijazah dan Transkrip
Registrasi Mahasiswa Baru
Pustipad Helpdesk
UKT Covid
Ujian Masuk Mandiri
Monev Perkuliahan Daring
Tracer Study
Sister
Kuliah di UIN
Penerimaan Mahasiswa Baru
Unit Kegiatan Mahasiswa
Kartu Indonesia Pintar (KIP)
Agenda
Change Languange
English
العربية
FOOTNOTE HISTORIS: AKTIVITAS SELAMA STUDY DI NEGERI "KINCIR ANGI" (10)
26 Mei 2023
Prof.Abd.Rasyid Masri
f. Mengawinkan Keluarga Murni Salampesy
Suatu ketika penulis dapat telepon dari Murni Salampesy. Ia pernah menjadi mahasiswa S1 Fakultas Usuluddin IAIN Alauddin Makassar. Kemudian ia dipersunting seorang warga negara Belanda keturunan Maluku bernama Ahmad Tuharea. Ahmad tinggal di Hoofddorf dan bekerja sebagai teknisi di Airport Internasional Schipol Belanda dekat Amsterdam. Mereka mengundang penulis untuk mengawinkan keluarganya, sekaligus mengikuti prosesi perkawinan itu.
Di Belanda banyak keturunan Maluku bekas tentara KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger), Tentara Kerajaan Hindia Belanda. KNIL melayani pemerintahan Hindia Belanda, banyak d anggota-anggotanya sebagai penduduk bumiputra di Hindia Belanda dan orang-orang Indo-Belanda. Ketika terjadi penyerahan kedaulatan, sebagian mereka hijrah ke Belanda dan sedikit di antara mereka beragama Islam. Mereka inilah yang masih tetap mempertahankan tradisi Islam. Terutama generasi pertama yang sejak awal menjalankan tradisi Islam. Tetapi generasi sesudahnya pengamalan tradisi Islamnya hanya sebatas simbolis.
Perkawinan di Belanda baru sah bila dilaksanakan di Kantor Catatan Sipil. Sebelum ke Kantor Catatan Sipil, penulis diminta mengawinkan berdasarkan agama Islam di rumah pengantin perempuan. Si pengantin pria beretnis Belanda dan si pengantin wanita keturunan campuran Maluku dan Belanda. Ibunya asal Maluku dan Bapaknya Belanda. Ibunya inilah yang meminta pada penulis untuk mengawinkan putrinya.
Peristiwa perkawinan ini bagi penulis sangat bersejarah, sebab itulah pertama kali penulis bertindak sebagai penghulu perkawinan. Selesai dikawinkan menurut agama Islam, penulis diminta mendoakan agar perkawinan keduanya abadi penuh mawaddah dan rahmat. Setelah itu, kedua pengantin dibawa ke Kantor Catatan Sipil. Sebab perkawinan yang sah di Belanda adalah perkawinan yang dilaksanakan di catatan sipil. Di sinilah Ibu pengantin wanita meminta lagi pada penulis untuk kembali mendoakan.
Selesai perkawinan, pengantin dan rombongan langsung menuju gedung resepsi perkawinan menerima tamu. Di sana terjadi semacam reuni bagi para muhajir dari Maluku dan keturunannya yang datang dari seluruh penjuru Belanda. Mereka semua sudah menjadi warga negara Belanda. Mereka adalah para sahabat dan handai tolan yang sebagiannya sudah kawin-mawin dengan penduduk asli, Belanda. Di tengah prosesi acara resepsi perkawinan penulis diminta lagi untuk baca doa. Namun, penulis menyampaikan bahwa doa-doa penting perkawinan sudah penulis bacakan ketika kawin berdasarkan agama Islam di rumah pengantin dan ketika di catatan sipil. Tetapi, penulis kaget ketika ia mencari pengganti sebagai pembaca doa dan yang diminta adalah seorang pendeta. Penulis kemudian sadar bahwa peristiwa itu menggambarkan keberagamaan masyarakat muslim Maluku di Belanda. Bagi mereka yang penting beragama, sekali pun keberagamaan mereka (Muslim atau pun Kristen) dilakukan secara simbolis. Bagi Muslim lebih pada Islam syahadat. Demikian halnya bagi Kristen tinggal nama, mereka sudah tidak taat lagi pada agamanya. Buktinya banyak gereja yang kosong. Di Amsterdam tinggal 12,5% penduduk yang masuk gereja pada hari Minggu, sisanya menjadi sekuler yang agnostisme, beragama atau tidak beragama sama saja. Itulah gambaran perkawinan dan keberagamaan masyarakat Maluku di Negeri Keju.
Wasalam,
Kompleks GPM, 25 Mei 2023 M/ 5 Z. KAIDAH 1444 H