Gambar 276-catatan-kaki-.jpg

Seri ini seharusnya saya akan mensharing sejarah perjalanan Abd. Kahar Muzakkar dari patriot dan pahlawan sejati dan di akhir hayatnya tewas dengan mengenaskan. Almarhum mengalami nasib menyedihkan bak kata sejarawan, "Revolusi memakan anaknya sendiri." Sayang sekali tulisan itu terhapus. Sehingga saya menampilkan tulisan untuk menjawab pertanyaan, Apakah Abd. Kahar Muzakkar, seorang pahlawan atau pengkhianat?"

Sejarah mengajarkan, "Fakta bisa sama, namun sudut pandang bisa berbeda." 

Belajar sejarah, ibarat mendaki gunung yang tinggi di tengah sebuah pulau. Ketika masih di kaki gunung, laut yang terbentang di depan mata, masih terbatas melihatnya, tetapi semakin tinggi gunung didaki semakin luas horison laut terbentang di depan mata. Sampai tiba di atas puncak gunung, baru akan timbul sebuah kesadaran bahwa ternyata ada juga laut luas di depan, bahkan terdapat beberapa pulau kecil yang mulanya terlindung tebing ketika masih di kaki gunung sebelum mendaki. 

Ketika sudah tiba di puncak gunung, saya melihat kembali ke belakang, saya menyaksikan laut semakin meluas tak bertepi. Namun ketika berbalik memandang ke depan, saya akhirnya menyaksikan lautan lebih luas lagi yang di tengahnya terdapat pulau-pulau kecil.

Itulah sudut pandang sejarah. Saya sadari ketika menelaah perjalanan hidup Kahar Muzakkar, apakah beliau dikelompolkan sebagai pengkhianat atau pahlawan. Dari defnisi formal yang digunakan pemerintah, jelas dia seorang pengkhianat kerana melakukan perlawanan pada pemerintahan resmi RI yang dipimpin Soekarno. 

Namun dari sudut pandang lain, Kahar Muzakkar seorang pahlawan. Pada awal kemerdekaan 1945 hingga 1950 Kahar adalah patriot pembela bangsa. Kahar juga dikenal seorang pahlawan yang memperjuangkan nasib anak buahnya di KGSS untuk masuk Brigade Hasanuddin. Beliau sangat tidak setuju  kebijakan Soekarno yang asyik masyuk dengan Komunis. Alasan itulah, beliau mencampakkan pangkatnya sebagai Letnan Kolonel sebagai pangkat tertinggi di masanya bagi orang Sulawesi dan bergerilya menentang kebijakan Soekano. Dari sini
Rektor pertama Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Edy Suandi Hamid berpendapat, "Kahar Muzakkar layak mendapatkan gelar pahlawan nasional sebagai penghargaan atas jasanya terhadap bangsa dan negara Indonesia," kata Rektor universitas tersebut.

Wasalam,
Kompleks GFM, 22 Sept. 2022 M/26 Safar 1444 H