Salah satu pertanyaan netizen, kenapa Islam bisa bekerjasama dengan komunis? Bukankah Komunis itu tidak percaya pada Tuhan atau atheis, sedang orang Islam adalah agama yang beriman pada keesaan Allah swt.?
Seperti yang pernah ditulis bahwa para pemuda Indonesia dari berbagai latar belakang paham bisa duduk bersama bahkan kos bersama, seperti , Alimin, Muso (berpaham Komunis), Kartosuwiryo (kelak menjadi pemimpin DI TII), Soekarno, Darsono bahkan Tan Malaka.
Di Indonesia banyak umat Islam masuk menjadi anggota partai Komunis bahkan di pertengahan pertama abad ke-20 Partai Syarikat Islam disusupi paham Komunis. Pengaruh Komunis lewat tokoh-tokoh muda seperti Semaoen, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodirdjo. Hal ini menyebabkan Syarikat Islam terbagi menjadi dua, "SI Putih" yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang dipimpin Semaoen. Nanti setelah tahun 1921 baru dilakukan penegakan disiplin partai oleh Abd. Muis dan Agus Salim.
Setelah Indonesia merdeka tetap saja ada upaya menyatukan antara Islam dan Komunisme yang intensitasnya berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain. Hasil penelitian Idwar Anwar, saya harapkan agar dilanjutkan penelitiannya dalam bentuk disertasi. Khusus di Sulawesi Selatan komunis mengalami kesulitan di banding dengan daerah lain. Karena ditentang oleh DI TII.
Namun tetap saja pengaruh komunis diterima di struktur partai di kalangan umat Islam. Alasannya, karena memiliki common enemy atau musuh bersama, yaitu kolonialisme dan kemiskinan. Menurut Haji Misbach yang taat beragama, menerima komunisme sebagai ideologi pembebasan tanpa harus khawatir kehilangan akidahnya. “Pandangan Haji Misbach bersandar pada nilai-nilai ajaran Islam yang berpihak kepada kaum tertindas. Inilah titik temunya dengan ajaran Marxisme yang diperkenalkan oleh Henk Sneevliet dari Belanda.”
Aidit pun sebagai Ketua Umum PKI adalah tokoh yang berlatar belakang keluarga ulama di Sumatera, sekalipun para pengurusnya banyak muslim awam bahkan ada yang bergelar sayyid (mengaku keturunan Nabi saw.) Hasil penelitian Idwar Anwar bahwa pengurus untuk Komite Wilayah Sulawesi dan Maluku adalah Anwar Kadir dan Aminuddin Muchlis yang berpusat di Jln. Sungai Limboto. Membaca dua nama di atas, saya cendrung berpendapat keduanya adalah muslim. Sedang di Komite Bantaeng yang didirikan 15 Pebruari 1954, kepengurusan direkrut dari para Sayyid (keturunan Nabi saw.,) yaitu Sayyid Sakaratuan, Sayyid Djalaluddin, dan Sayyid Muhammad MA.
Majalah Historia, menulis bahwa pertanyaan yang mencuat dalam menelaah kaitan Islam dan komunisme di Indonesia sering kali berada di seputar: mengapa di daerah Banten dan Silungkang Sumatera Barat, dua daerah yang mayoritas penduduknya muslim fanatik, bisa sekaligus menerima kehadiran Partai Komunis Indonesia (PKI). Kelihatannya umat Islam masa lalu belum secerdas masa kini yang sudah mampu membedakan dengan baik bahwa Islam itu agama Tauhid, sedang komunis adalah paham yang sama sekali menafikan Tuhan.
Proses perubahan umat Islam itulah menuju pencerdasan belum bisa dipahami Presiden Soekarno, disebabkan terkalahkan oleh obsesinya berupa ambisi besar agar semua ideologi besar di Indonesia bisa bersatu dalam menghadapi tantangan dunia. Ideologi besar itu seperti tercermin pada kemenangan Pemilu 1955, yaitu Nasional, Agama (Islam), dan Komunis, disingkat Nasakom.
Salim Said melihat, Soekarno sebagai manusia biasa sedang mabuk kuasa, tidak lagi mendengar nasehat orang lain, seperti Bung Hatta, teman seperjuangannya sendiri, bahkan banyak ulama dipenjarakan. Selain itu, dia juga sudah menutup mata dari perubahan yang sedang terjadi di Dunia. Umat Islam pun semakin tercerahkan bukan lagi kumpulan manusia awam yang hanya taklid saja. Puncaknya, terjadilah peristiwa G30S. Soekarno dan keluarga diusir dari istana dan diasingkan di Wisma Yahoo, ruang geraknya pun dibatasi oleh penguasa. Hidupnya terlunta-lunta bagai manusia tak pernah berjasa, keluarganya yang datang bersiarah diseleksi ketat. Soekarno bagai kata sejarawan, "Revolusi memakan anaknya sendiri."
Sebelum meneruskan seri berikutnya, saya mohon agar para netizen bersabar dahulu dan sadar bahwa tulisan ini berseri. Tulisan berseri bak membaca kitab suci yang ingin mengetahui perjalanan hidup Nabi musa a.s. tidak cukup hanya membaca satu surah, pasti pemahamannya tidak akan utuh dan tuntas, sebab kisah Nabi Musa tersebar di banyak surah. Caranya haruslah membaca kitab suci itu secara keseluruhan untuk mengetahui secara utuh. Dengan demikian harus bersabar menunggu sampai seri terakhir. Saya yakin, Insya Allah, pandangan kita akan bertemu. Percayalah, saya bukan Soekarnois apalagi politisi. I am just a truth-seeking historian. Saya tetap istiqamah, tidak akan menjual ayat Allah swt. untuk kepentingan dunia sesaat. Seri penutup nanti baru akan ketahuan kemana muara tulisan berseri ini.
Wasalam, Kompleks GFM, 20 Sept. 2022 M/24 Safar 1444 H