Beberapa hari berlalu saya menerima WA IRMA-Aqsha dari sahabat Ir. Abd. Makmur, M. Sc. Ph.D. Ketika kami menjadi aktivis Ikatan Remaja Masjid Aqsha, biaulah ketuanya dan senior kami. Waktu itu remaja masjid masih bernaung di bawah Juridiksi DPP IMMIM.
Konten WA itu, agar dipahami secara utuh, maka saya salin sepenuhnya, yaitu; Untuk menduduki jabatan "politis", dan atau jabatan karier setingkat menteri atau yang lebih rendah, dan atau jabatan karier, misalnya Kepala Dinas, saat ini tidak tidak murni didasarkan pada kapasitas dan kapabilitas seseorang tetapi "isi-tas" juga ikut berperan. Disinilah kadang terjadi hubungan renteng antara pejabat/jabatan seseorang dengan tindakan pelanggaran hukum. Menurut saya, seorang pejabat tidak bisa disalahkan penuh secara pribadi karena berada dalam suatu sistem yang terkondisikan. Jadi, kalau sistem itu tidak diperbaiki, maka "revolusi mental" tentu akan tetap tidak efektif. Sekarang, industri hukum pun seakan sudah berjalan paralel dengan mafia hukum.
Wasalam, Abd. Makmur
Menurut pandangan saya, jika problem di atas dibiarkan tanpa usaha, maka pasti akan menimbulkan sikap passimis. Apa lagi banyak kejadian yang sama sekali tidak pernah diduga sebelumnya, seperti seorang Rektor negeri yang seharusnya memberi keteladanan, tetapi tertangkap tangan KPK. Di negeri "Kincir Angin" yang saya lihat, pendidikan kejujuran pertama dan utama ditanamkan sejak dini di kelas satu SD adalah kepercayaan diri bagi murid dengan diharamkannya nyontek ujian, sebab jika nyontek sudah terbiasa akan terbawa sampai jadi pejabat nantinya.
Sebagai umat yang dikaruniai kemampuan kasab, kita selalu harus berikhtiar dan berikhtiar terus menerus menuju kehidupan lebih baik. Ikhtiar menjadi inheran pada diri setiap umat, apa pun posisinya di tengah masyarakat. Upaya seperti ini, "Akan membuat hati selalu bersikap optimis bahwa sekalipun badai berhembus kencang melanda kampung semalaman, tetapi sebagai umat beriman, tetap yakin bahwa besok matahari pagi akan terbit cerah dan menyinari seluruh semesta alam tanpa membedakan latar belakang makhluk-Nya."
Memang problema yang dihadapi bukan hanya satu masalah, seperti problema sistem yang diusulkan segera harus diikhtiari, seperti revolusi mental tetap perlu didengunkan, keteladanan harus dimulai dari pimpinan tertinggi. Jadi pucuk pemimpinan tertinggi haruslah manusia terbaik yang memenuhi persyaratan plus. Jadi seorang pemimpin berasal dari orang pilihan lewat seleksi ketat, terseleksi dari segi pengalaman, keilmuwan, dan keimanan pada Tuhan Yang Maha Esa. Jika semua persyaratan itu termenuhi, maka jalan menuju negara Adil dan makmur akan memberi rasa optimis dan semangat itu akan terbentang di depan mata.
Wasalam, Makassar, 24 Agustus 2022 M/26 Muharram 1444 H